Skip to content
AKIDAH.NET
AKIDAH.NET
AKIDAH.NET
AKIDAH.NET

Perkataan Ulama di Level Berbeda Terkait Sifat “Al `Uluw” (Kemahatinggian Allah) Bagian 2

Supriyadi Yusuf Boni, 8 Juni 2025

Sumber: Kitab Ma`arij al-Qabul Bisyarhi Sullami al-Wushul Ila Ilmi al-Ushul Fii at-Tauhid

Penulis:  Syeikh Hafidz bin Ahmad al-Hakami

Penerjemah: Supriyadi Yousef Boni

Editor: Idrus Abidin

Sa’id bin Amir al-Dhaba’i mengomentari kaum Jahmiyah dengan berkata: “Mereka lebih jahat dari kaum Yahudi dan nashrani. Sebab kaum Yahudi dan Nashrani bersama kaum muslimin meyakini bahwa Allah Swt. berada di atas Arasy, sementara mereka mengatakan bukan di Arasy.”[1]

Ahmad bin Hanbal berkata: “kami diberitahu Waki’ dari Israil sebuah hadits: “Jika Allah Swt. duduk di atas kursi, lalu seseorang agak gemetaran (menyanggah) di hadapan Waki’ lantas Waki’ marah seraya berkata: kami sudah berjumpa dengan al-A’masy dan al-Tsauri yang meriwayatkan hadits ini namun mereka tidak disanggah.”[2] Pada kesempatan berbeda beliau berkata: kita yakini hadits-hadits ini seperti apa adanya tanpa mempertanyakan bagaimana atau kenapa begini.”[3]

Abdul Rahman bin Mahdi berkata: kaum Jahmiyah berupaya mengingkari kalau Allah Swt. sudah berdialog dengan Musa dan Allah berada di Arasy, mereka itu semestinya diminta bertaubat dan jika menolak maka dia layak dibunuh.”[4] Wahb bin Jarir berkata: Jauhilah kalian pendapata kaum Jahmiyah karena mereka mengingkari bahwa Allah Swt. di langit, di mana pada hakikatnya dari Iblis, sungguh itu kekufuran.[5]

Ketika al-Ashmu’i bertemu dengan istri Jahm, tetiba ada seseorang yang berkata: Allah Swt. berada di Arasy-Nya, lantas perempuan itu berkata: berarti Dia terbatasi oleh batas. Lalu al-Ashmu’i berkata: dia telah kafir karena perkataannnya itu.”[6] Al-Khalil bin Ahmad menafsirkan firman Allah Swt.: ثم استوى على العرش (lalu Dia bersemayam di Arasy) artinya naik.”[7] Sementara al-Farra berkata artinya naik.[8] Diriwayatkan dari Abdullah bin Abi Ja’far bahwa beliau pernah memukul kepala kerabatnya menggunakan sandal karena ia mengikuti pendapat Jahm seraya berkata: saya tidak berhenti sampai engkau meyakini bahwa Allah Swt.  bersemayam di atas Arasy, terpisah dari makhluk-Nya.”[9]

Tingkatan Imam al-Syafi’i dan Imam Ahmad radiyallahu anhuma.[10]

            Al-Hafizh al-Maqdisi meriwayatkan dari Muhammad bin Idris al-Syafi’i berkata: ajaran sesuai sunnah adalah yang saya jalankan seperti yang dijalankan pula oleh ulama seperti Sufyan al-Tsauri, Malik dan selainnya. Mereka meyakini bahwa tiada ilah kecuali Allah Swt. dan Muhammad Saw. adalah Rasulullah. Allah Swt. bersemayam di Arasy di atas langit, Dia mendekat ke hamba-Nya seperti yang dikehendaki, turun ke langit dunia seperti yang dikehendaki kemudian beliau menyebutkan keyakinan-keyakinan lainnya.”[11]

Abdullah bin Maslamah al-Qani’i berkata: siapa yang tidak yakini bahwa Allah al-Rahman berada di atas Arasy seperti yang diyakini masyarakat umum maka dia itu Jahmi.”[12] Ashim bin Ali, gurunya al-Bukhari berkata: saya mendebat Jaham dan tampaknya dia tidak yakin bahwa di langit ada Rabb.”[13] Abdullah bin al-Zubair al-Humaidi berkata: kita yakini apa yang ditetapkan al-Qur’an dan sunnah. Kita yakini bahwa: الرحمن على العرش استوى (al-Rahman bersemayam di atas Arasy), siapa yang meyakini selain itu maka keyakinannya bathil dan seorang Jahmi.”[14] Hisyam bin Ubaidillah al-Razi berkata, ada seseorang ditahan karena terkesan mengikuti Jahmiyah, lalu ia diinterogasi lantas berkata: kembalikan dia karena belum sadar juga.

Muhammad bin Mush’ab al-Abid berkata: siapa yang mengklaim bahwa Engkau ya’ Rabb tidak berbicara, tidak melihat di akhirat maka dia kafir. Saya bersaksi bahwa Engkau berada di atas Arasy di atas langit yang tujuh, Engkau tidak seperti yang dikatakan kaum zindiq. Abu Imran al-Thursusi berkata, saya bertanya ke Sanid bin Dawud: apakah Allah Swt. di atas Arasy-Nya jauh dari makhluk-Nya? Beliau jawab; iya. Na’im bin Hammad menafsirkan firman Allah Swt.:  و هو معكم  (dan Dialah Allah Swt. bersama kalian) artinya tidak ada sesuatupun yang tersembunyi bagi-Nya, bukankah Allah Swt. berfirman: ما يكون من نجوى ثلاثة إلا هو رابعهم (tidaklah ada tiga orang berbisik melainkan Dia yang keempatnya) beliau berkata: siapa yang sepadankan Allah Swt. dengan makhluk-Nya maka dia telah kafir, siapa yang ingkari sifat yang ditetapkan Allah pada dirinya maka dia telah kafir, sifat yang ditetapkan oleh Allah Swt. dan Rasul-Nya pada diri-Nya tidak ada keserupaan.

Bisyr al-Hafi berkata: mengimani bahwa Allah Swt. bersemayam di Arasy-Nya seperti yang dikehendaki-Nya, dan Allah Swt. mengetahui segala sesuatu yang terjadi, Dia berbicara dan mencipta, perkataan-Nya Kun bukan makhluk, dan diantara do’anya adalah: ya Allah, sesungguhnya Engkau tahu di atas arasy-Mu bahwa keridahan-Mu lebih aku sukai ketimbang jabatan. Ya Allah, Engkau tahu di atas Arasy-Mu bahwa kefakiran lebih aku sukai ketimbang kekayaan. Ya Allah, Engkau tahu di atas Arasy-Mu bahwa saya selalu mengutamakan kecintaan kepada-Mu dari segala sesuatu. Abu al-Qasim bin Salam menegaskan hadits-hadits ru’yah (melihat Allah) bahwa al-kursi adalah tempat kedua kaki-Nya,[15] Rabb tertawa dan hadits di mana Rabb kita sebelumnya[16] Beliau berkata: hadits-hadits ini shahih seperti yang disebutkan ulama hadits dan menurut saya itu benar. Namun jika ditanyakan bagaimana Allah Swt.  meletakkan kedua kaki-Nya, bagaiman dia tertawa maka jawabannya adalah: kita tidak bisa tafsirkan dan tidak pula kita pernah mendengar seseorang menafsirkannya.

Ahmad bin Nashr pernah ditanya tentang ilmu Allah lalu ia menajwab: ilmunya Allah Swt. bersama kita sedang Allah Swt. berada di atas Arasy-Nya. Makki bin Ibrahim berkata: istri Jahm datang menemui istriku lantas berkata, wahai Ummu Ibrahim, apakah suamimu yang berkata tentang Arasy siapa yang menyusunnya? Dia jawab: Dia yang menyusun gigimu. Saat ini giginya tampak menonjol. Qutaibah bin Sa’id berkata: perkataan imam dan kalangan ulama Ahlussunnah wa al-Jama’ah bahwa kita yakini Allah Swt. berada di langit ketujuh di atas Arasy-Nya sebagaimana Allah Swt. tegaskan: الرحمن على العرش استوى (dan al-Rahman bersemayam di atas Arasy-Nya).

Abu Ma’mar Isamil bin Ibrahim al-Qath’i berkata: ujung pendapat Jahmiyah adalah bahwa tiada ilah di langit. Yahya bin Ma’in berkata: jika seorang Jahmiyah bertanya kepadamu: bagaimana Allah Swt.  turun? Bagaimana Dia naik? Jawablah: pertanyaan bagaimana tidak pantas pada dua keadaan itu dan tidak pantas disandarkan pada Allah Swt.  karena akal tidak mampu menjangkaunya. Ali bin al-Madini ditanya: bagaimana pendapat ahlul al-Jama’ah? Beliau jawab: mereka imani bahwa ru’yah (melihat Allah) dan al-Kalam (Allah berbicara), dan Allah Swt.  berada di atas langit bersemayam di Arasy-Nya. Beliau juga ditanya tentang makna firman Allah: ما يكون من نجوى ثلاثة إلا هو رابعهم (tidaklah tiga orang berbisik melainkan Allah yang keempatnya), beliau jawab: bacalah firman Allah Swt.  sebelumnya: ألم تر أن الله يعلم  (tidakkah engkau perhatikan bahwa Allah Swt. mengetahui).

Abu Abdillah Ahmad bin Hanbal ditanya: benarkah Allah Swt.  berada di langit ketujuh bersemayam di Arasy-Nya dan jauh dari makhluk-Nya, sementara kuasa dan ilmu-Nya berada di semua tempat? Beliau jawab: ia, Allah Swt. berada di atas Arasy-Nya, dan tiada sesuatu yang terlepas dari ilmu Allah Swt. Beliau ditanya lagi: bagaimana dengan firmannya: و  هو معكم  (dan Allah Swt.  bersama kalian) beliau jawab: ilmu-Nya menliputi segala sesuatu, Rabb kita bersemayam di atas Arasy-Nya tanpa bisa dibatasi dan digambarkan.

Harb bin Ismail al-Kirmani berkata: saya bertanya kepada Ishaq bin Rahawaih tentang makna firman Allah Swt.: ما يكون من نجوى ثلاثة إلا هو رابعهم (tidaklah tiga orang berbisik melainkan Allah yang keempatnya), bagaimana kita menafsirkannya? Beliau jawab: di manapun engkau berada maka Dia lebih dekat denganmu dari urat nadimu, namun Allah tetap terpisah dari makhluk-Nya. Kemudian disebutkan dari Ibnu al-Mubarak Ketika ditanya tentang Allah Swt.  berada di atas Arasy terpisah dari makhluk-Nya. Kemudian berkata: Allah Swt.  berada di tempat tertinggi dan paling jelas oleh firman Allah Swt.; الرحمن على العرش استوى (al-Rahman bersemayam di atas Arasy-Nya), diriwayatkan oleh al-Khallal dalam kitab al-Sunnah.

Ishaq bin Rahawaih berkata; saya pernah menemui Ibnu Thahir lalu beliau berkata: bagaimana hadits-hadits yang diriwayatkan tentang Allah Swt.  turun ke langit dunia? Saya jawab: iya, diriwayatkan oleh perawi tsiqah seperti mereka meriwayatkan hukum-hukum syairat. Beliau berkata: Dia turun dan tinggalkan Arasy-Nya? Saya jawab: Dia bisa turun namun tidak harus meninggalkan Arasy? Beliau jawab iya. Saya bertanya; kenapa engkau bicarakan itu? Diriwayatkan pula oleh al-Khallal darinya, berkata: Allah Swt.  berfirman: الرحمن على العرش استوى (al-Rahman bersemayam di atas Arasy-Nya), semua ulama berijma’ bahwa Dia berada di atas Arasy bersemayam namun ilmu-Nya menjangkau bumi terbawah ketujuh.

Seseorang bertanya kepada Ibnu al-Arabi dengan berkata: wahai Abu Abdillah, apa makna firman Allah Swt.: الرحمن على العرش استوى (al-Rahman bersemayam di atas Arasy-Nya), beliau menjawab: Allah Swt.  berada di atas Arasy-Nya seperti yang Dia firmankan. Orang itu berkata: tidak demikian, karena maknanya hanya menguasai. Beliau berkata: diam engkau, siapa yang memberitahumu begitu? Orang Arab itu tidak pernah mengatakan istaula ala al-sya’i sampai dia punya lawan. Siapa yang menang maka dia disebut menguasai. Sedang Allah Swt.  tidak memiliki lawan dan Dia bersemayam di atas Arasy-Nya seperti yang Dia firmankan. Lalu ia berkata: istila’ artinya mengalahkan. Al-Na’bighah berkata:

            إلا لمثلك أو ما أنت سابقه                      سبق الجواد إذا استولى على الأمد

            Kecuali sepertimu atau yang engkau dahului

                        Seperti dermawan yang mengalahkan masa.

            Dzun al-Nun al-Mishri berkata: Cahaya-Nya menerangi langit dan menerangi kegelapan, lalu Allah singkap hijab dari mata sedang ungkapan dada selalu bermohon kepada-Nya.

Tingkatan lainnya.[17]

Al-Muzani dalam kitabnya al-Aqidah berkata: segala puji bagi Allah; dzat yang paling berhak disyukuri dan dipuji, dzat yang esa; tempat bergantung segala makhluk, tiada berteman dan tiada beranak, tiada serupa dan padanan apalagi tandingan. Dzat maha mendengar, maha melihat, maha mengetahui, maha teliti, maha menahan, maha tinggi dan bersemayam di atas Arasy-Nya, namun Dia dekat ilmu-Nya dari makhluk-Nya. al-Qur’an adalah kalamullah dan bersumber dari Allah Swt. dia bukan makhluk hingga dianggap luntur, juga kuasa dan sifat-sifat Allah Swt.  serta kalam-Nya bukan makhluk, Dia kekal namun azali, tidak baharu sehingga dapat melebur, Allah Swt.  tidak berkekurangan sehingga Dia perlu tambahan sebagai pelengkap, sungguh sifat-Nya tidak sama dengan sifat makhluk, Dia tinggi di atas Arasy-Nya terlepas dari makhluk-Nya. Beliau lanjutkan: tidak benar tauhid seseorang hingga dia yakin Allah bersemayam di atas Arasy-Nya disertai sifat-sifat-Nya. Lantas saya bertanya: seperti apa itu? Beliau jawab: mendengar, melihat, mengetahui dan berkuasa. Diriwayatkan oleh Ibnu Mandah.

Muhammad bin Yahya al-Dzuhali pernah ditanya tentang hadits Abdullah bin Mu’awiyah dari Nabi Saw.: “Hendaklah seorang hamba yakin bahwa Allah Swt.  bersamanya di manapun dia berada,”[18] kemudian beliau berkata: maksudnya adalah bahwa ilmu Allah Swt.  meliputinya di mana pun dia berada, sedang Allah Swt.  sendiri tetap berada di atas Arasy-Nya. Abu Abdillah Muhammad bin Isamil al-Bukhari di akhir kitab al-Jami’ al-Shahih di kitab al-Raddu ala al-Jahmiyah berkata: Bab firman Allah Swt.   berkata: و كان عرشه على الماء (dan Arasy-Nya berada di atas air), Abu al-Aliyah berkata: istawa di atas Arasy-Nya artinya meninggi.

Mujahid berkata; makna istiwa adalah Dia tinggi di atas Arasy-Nya. Zainab ummu al-mukminin berkata: saya dinikahkan oleh Allah Swt.  dari atas langit yang ketujuh.”[19] Beliau juga menuliskan banyak bab menggunakan ayat dan hadits akibat dari sikap kalangan Jahmiyah yang mengingkari banyak sifat.

Abu Zur’ah al-Razi kala ditanya tafsir firman Allah Swt.: الرحمن على العرش استوى (al-Rahman bersemayam di atas Arasy-Nya), beliau marah seraya berkata: tafsirnya seperti yang engkau baca, Allah Swt. berada di atas Arasy-Nya dan ilmu-Nya yang meliputi segala sesuatu. Siapa yang mengatakan selainnya maka dia dilaknat Allah Swt. Abdurrahman bin Abi Hatim berkata: saya bertanya kepada ayahku dan kepada Abu Zur’ah mengenai madzhab Ahlussunnah wa al-Jama’ah terkait pokok-pokok agama dan apa yang kami temukan di kalangan ulama di semua tempat; Hijaz, Iraq, Mesir, Syam, Yaman di mana madzhab mereka semua menyatakan bahwa Allah Swt.  bersemayam di atas Arasy, terpisah dari makhluk-Nya sebagaimana Dia menyifati diri-Nya tanpa harus ditanya bagaimana. Dia meliputi segala sesuatu dengan ilmu-Nya.

Muhammad bin Idris bin al-Mundzir al-Hanzhali Abu Hatim al-Razi berkata; kita meyakini bahwa Allah Swt. berada di atas Arasy-Nya terpisah dari makhluk, tiada yang sepadan dengan-Nya serta Dia maha mendengar dan maha melihat. Diriwayatkan oleh al-Thabari. Yahya bin Mu’adz al-Razi juga berkata; sesungguhnya Allah Swt.  berada di atas Arasy-Nya terpisah dari makhluk-Nya, namun ilmu-Nya meliputi segala sesuatu. Tidak ada yang mengingkari pernyataan ini kecuali Jahmiyah yang mencampurkan Allah Swt. dengan makhluk-Nya seperti diriwayatkan oleh penulis al-Faruq.

Diriwayatkan dari Muhammad bin Aslam al-Thusi, ia berkata: Abdullah bin Thahir berkata kepadaku: saya mendengar engkau mengangkat kepalamu ke langit, saya jawab: dapatkah saya bermohon kebaikan kecuali kepada dzat yang ada di langit? Diriwayatkan oleh al-Hakim dalam biografinya. Abdul Wahhab al-Warraq berkata: siapa yang berkata Allah Swt.  di sini maka dia seorang Jahmiyah yang busuk. Sesungguhnya Allah Swt. berada di Arasy-Nya namun ilmu-Nya meliputi dunia dan akhirat. Harb al-Karmani menulis surat kepada Abdurrahman bin Muhammad al-Hanzhali bahwa: sesungguhnya kaum Jahmiyah adalah musuh-musuh Allah Swt., mereka menyatakan al-Qur’an adalah makhluk, Allah Swt.  tidak berdialog dengan Musa, tidak dilihat di akhirat, tidak diketahui tempat-Nya, tidak di Arasy, tidak di kursi, mereka adalah orang-orang kafir maka jauhilah mereka.

Utsman bin Sa’id al-Darimi berkata: kaum muslimin sepakat bahwa Allah Swt. berada di atas Arasy-Nya di atas langit, Dia mengetahui dan mendengar dari atas Arasy, tiada sesuatu pun yang tersembunyi dari-Nya dan tidak ada yang menghalangi-Nya dari mereka.”[20] Abu Muhammad bin Qutaibah berkata: bagaimana seseorang bisa berkata Allah Swt.  berada di setiap tempat dan menetap di situ, padahal Allah Swt.  berfirman: الرحمن على العرش استوى (al-Rahman bersemayam di atas Arasy-Nya) dan Allah Swt.  juga berfirman: إليه يصعد الكلم الطيب و العمل الصالح يرفعه (kepadanyalah kalimat thayyib naik dan amal shalih mengangkatnya). Bagaimana bisa naik kepada-Nya jika Dia bersamanya. Bagaimana juga para malaikat naik kepada-Nya jika Dia bersamanya. Beliau berkata: andai mereka itu kembali ke fitrah mereka dan bagaimana perangkat mereka untuk mengetahui sang pencipta maka mereka pasti tahu bahwa Allah Swt.  adalah maha tinggi dan tangan-tangan diangkat kala berdo’a, lalu semua orang ajam dan arab berkata bahwa Allah Swt.  berada di langit selama tidak tinggalkan fitrahnya.[21]

Abu Bakar bin Ashim al-Syaibani berkata: semua yang tertulis dalam kitab al-Sunnah al-Kabir berupa khabar yang dinukil menunjukkan keyakinan bahwa apa yang kita imani semuanya berstatus shahih dan perawinya berintegritas, wajib diterima apa adanya dan wajib meninggalkan upaya mencari bagaimananya.[22] Diantara yang beliau sebutkan adalah sifat turun ke langit dunia, bersemayam di Arasy. Abu Isa Muhammad bin Surah al-Tirmidzi dalam kitab Jami’nya ketika meriwayatkan hadits Abu Hurairah yang dianggap munkar oleh ulama hadits berkata: “andai kalian menjulurkan tali ke bumi terdalam maka Allah akan turun. Lalu beliau berkata: maksud ulama adalah bahwa Allah Swt.  akan turun ilmu-Nya sedang Dia berada di atas Arasy sebagaimana Dia mensifati diri-Nya dalam al-Qur’an.[23]

Abu Dawud Sulaiman bin al-Asy’ats al-Sijistani dalam kitabnya al-Sunnah berkata –bab al-Jahmiyah- lalu menyebutkan hadits Abu Hurairah. Beliau berkata: Rasulullah Saw. bersabda: “manusia akan senantiasa bertanya hingga dikatakan inilah makhluk Allah Swt., lantas siapa yang menciptakan Allah? Siapa yang merasakan itu maka hendaklah dia berkata, saya beriman kepada Allah Swt.”[24] Dalam riwayat lain disebutkan: jika mereka berkata demikian maka katakanlah: Allah Swt. adalah dzat yang maha esa; tempat bergantung semua makhluk, tidak beranak dan tidak diperanakkan, dan tiada sesuatu yang sepadan dengan-Nya. Lalu dia meludah ke sebelah kirinya sebanyak tiga kali seraya beristi’adzah dari godaan setan.”[25] Kemudian menyebutkan hadits al-au’al, hadits Jubair bin Muth’im dan hadits yang saya diizinkan menyampaikannya dari Malik.”[26] Hadits ini telah dijelaskan sebelumnya terutama mengenai keyakinan Ahlussunnah dan semua hadits-hadits tentangnya seperti hadits ru’yah, langit dan bumi digulung, dialog dengan Allah Swt., syafaat, kebangkitan, penciptaan syurga dan neraka, fitnah kubur, adzab kubur, telaga, timbangan dan sebagainya. Juga membantah kaum Jahmiyah, Murji’ah, Khawarij, Rafidhah dan sebagianya.

Ibnu Majah dalam kitab Sunannya berkata: bab apa yang diingkari kaum Jahmiyah, lalu menyebutkan hadits ru’yah, hadits Abu Razin, Hadits Jabir: ketika penduduk syurga merasakan kenikmatan, tetiba ada cahaya megarah ke mereka, seperti disebutkan sebelumnya,[27] lalu hadits al-au’al dan sebagainya. Demikian pula Muslim dalam kitab shahihnya, al-Nasa’i dalam kitab Sunannya dan ahlu Sunan lainnya. Mereka menyebutkan hadits-hadits sifat dan memahaminya seperti apa adanya. Mereka tidak mencari bagaimananya dan atau mentakwilnya.

Ibnu Abi Syaibah berkata: mereka menyebutkan bahwa Jahmiyah mengatakan tiada penghalang antara Allah Swt.  dengan makhluk-Nya. Mereka mengingkari Arasy dan keberadaan Allah Swt.  di atas, bahkan berkata bahwa Allah Swt.  berada di setiap tempat, padahal ulama menafsirkan:  و هو معكم (dan dia bersama kalian) bahwa maksudnya adalah ilmu-Nya. Lalu hadits-hadits menyebutkan bahwa Allah Swt. menciptakan Arasy lalu bersemayam di atasnya sehinga Dia berada di atas Arasy terpisah dari makhluk-Nya dan berbeda dengan mereka.

Sahl bin Abdullah al-Tustari berkata: tidak dibenarkan seorang mukmin berkata bagaimana Allah Swt. beristiwa, untuk siapa istiwa diciptakan, namun kita hanya wajib menerima dan meyakini sabda Rasulullah Saw. bahwa Allah Swt.  berada di atas Arasy-Nya. Beliau berkata: seseorang disebut zindiq karena dia mengukur detail firman dengan akal pendeknya, lalu dia meninggalkan atsar dan menakwilkan al-Qur’an dengan hawa nafsunya sehingga dia tidak mengimani Allah Swt.  berada di atas Arasy.

Tingkatan Lainnya.[28]

            Zakariyah bin Yahya al-Saji berkata; pernyataan yang sesuai sunnah yang saya yakini dan saya temukan diyakini sejawat kami dari kalangan ahli hadits bahwa Allah Swt. berada di atas Arasy-Nya di langit, Dia mendekat kepada makhluk-Nya seperti yang dikehendaki-Nya. Lalu menyebutkan semua keyakinan lainnya.

Abu Ja’far Muhammad bin Jarir al-Thabari menjelaskan akidahnya: cukup bagi seorang hamba untuk meyakini bahwa Rabbnya yang bersemayam di atas Arasy, siapa yang melampaui itu maka dia sesat dan rugi. Beliau menukil tafsir ayat: ثم استوى على العرش (lalu Dia bersemayam di Arasy) di banyak ayat, semuanya bermakna naik dan tinggi di mana tafsirnya memuat banyak perkataan kaum salaf. Hammad bin Hannad al-Busyanji berkata: ini yang kita temukan di kalangan ulama yang menunjukkan madzhab mereka dan menegaskan manhaj ulama yang sarat dengan identitas sunnah dan pengikutnya; bahwa Allah Swt.  berada di atas langit ketujuh di atas Arasy terpisah dari makhluk-Nya, sedang ilmu dan kekuasan-Nya serta Qudrah-Nya ada di setiap tempat.

Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah berkata: siapa yang tidak mengakui bahwa Allah Swt.  berada di Arasy-Nya, bersemayam di atas langit ke tujuh, terpisah dari makhluk-Nya maka dia kafir dan wajib diminta bertaubat. Jika dia bertaubat maka taubatnya diterima, namun jika tidak maka lehernya dipancung lalu dilemparkan ke sampah agar bau busuknya tidak mengganggu ahli kiblat dan ahli dzimmah. Abu al-Abbas bin Suraij berkata: disebutkan dari ulama dan ahli sunnah hingga zaman kita saat ini bahwa semua ayat dan hadits yang benar berasal dari Rasulullah Saw. mewajibkan kaum muslimin mengimani semuanya apa adanya, sedang mempertanyakan maknanya adalah bid’ah, menjawabnya termasuk zindiq dan kufur, seperti firman Allah Swt.; هل ينظرون إلا أن يأتيهم الله في ظلل من الغمام  (apakah mereka menunggu agar Allah mendatangi mereka di balik tumpukan awan), juga firman Allah Swt.: الرحمن على العرش استوى (al-Rahman bersemayam di atas Arasy-Nya), lalu menyebutkan keyakinan lainnya.

Tsa’lab berkata: الرحمن على العرش استوى (al-Rahman bersemayam di atas Arasy-Nya), adalah tinggi. Abu Ja’far al-Tirmidzi ketika ditanya seseorang tentang hadits turunnya rabb berkata: Dia turun lantas bagaimana dia tetap tinggal di tempat tinggi? Beliau jawab; turun itu bisa dicerna, sedang bagaimana cara turun-Nya tidak dijangkau oleh akal, mengimaninya wajib, dan bertanya tentangnya adalah perkara bid’ah. Al-Thahawi berkata: Arasy dan kursi benar adanya sebagaimana disebutkan al-Qur’an, namun Allah Swt.  tidak butuh Arasy atau selainnya. Dia meliputi segala sesuatu dan berada di atasnya.[29]

Abu al-Hasan al-Asy’ari menyebutkan perkataan Ahlussunnah wa ashabul hadits dengan berkata: Allah Swt. berada di atas Arasy-Nya sebagaimana firman Allah Swt.  الرحمن على العرش استوى (al-Rahman bersemayam di atas Arasy-Nya), berkata: kami menemukan seluruh kaum muslimin mengangkat tangan mereka kala berdo’a, karena Allah Swt.  bersemayam di atas Arasy yang berada di atas langit. Andai bukan karena Allah Swt.  berada di atas Arasy, maka niscaya mereka tidak akan mengangkat tangan mereka menghadap ke Arasy.[30] Abu Muhammad al-Barbahari berkata: perdebatan tentang Allah Swt.  termasuk persoalan baru, bid’ah dan sesat. Maka jangan bicarakan Allah Swt.  kecuali sesuai dengan yang Dia sifati diri-Nya sendiri, dan kita tidak mengir-ngira bentuk sifat-Nya, Dialah Allah yang maha tahu segala yang tersembunyi, bersemayam di atas Arasy sedang ilmu-Nya berada di setiap tempat.

Tingkatan Ulama Kaum Muslimin dan Sunnah lainnya.[31]

            Abu Ahmad al-Ali menafsirkan firman Allah Swt.  الرحمن على العرش استوى (al-Rahman bersemayam di atas Arasy-Nya), dengan menyebutkan perkataan salaf dan ulama mereka, juga hadits Ibnu Mas’ud yang telah disebutkan. Abu Bakar al-Shab’i menafsirkan firman Allah Swt.: من في السماء  (dan siapa yang berada di langit) artinya siapa yang di ada di atas Arasy sebagaimana ditegaskan dalam hadits dari Rasulullah Saw.

Abu al-Qasim al-Thabarani dalam kitab al-Sunnah berkata: bab tentang makna istiwa’ di atas Arasy terpisah dari makhluk-Nya, lalu menyebutkan hadits Abu Razin al-Uqaili, hadits al-Au’al dan hadits-hadits al-Uluw lainnya. Abu Bakar al-Ajurri berkata: para ulama meyakini bahwa Allah Swt. berada di atas Arasy-Nya di atas langit, sedang ilmu-Nya meliputi segala sesuatu, meliputi semua ciptaan-Nya yang ada di langit dan meliputi semua ciptaan-Nya yang ada di bumi, dan Dia mengangkat amal-amal manusia kepada-Nya.”[32]

Abu al-Syaikh dalam kitabnya al-Azhamah berkata: Allah Swt. menyebutkan Arasy dan kursi-Nya, keagungan ciptaan-Nya dan tinggi-Nya ketika bersemayam di Arasy, lalu beliau menyebutkan banyak hadits tentang itu. Abu Bakar al-Isma’ili berkata: Allah Swt.  bersemayam di atas Arasy tanpa ditanyakan bagaimana, sebab Allah Swt. sendiri hanya menyebutkan Dia beristiwa tanpa menjelaskan bagaimana istiwa’-Nya.

Al-Ustadz Abu Manshur al-Azhari berkata: Allah Swt.  bersemayam di atas Arasy. Abu al-Hasan bin Mahdi menfasirkan firman Allah Swt.: الرحمن على العرش استوى (al-Rahman bersemayam di atas Arasy-Nya), berkata: ketahuilah bahwa Allah Swt. berada di langit di atas segala sesuatu, bersemayam di Arasy artinya berada di atas, makna al-istiwa’ adalah isti’la’. Kita hanya diperintahkan untuk mengangkat tangan kita saat bermunajat, semua permohonan kita diangkat kepada-Nya menuju Arasy yang tempat-Nya bersemayam.

Ibnu Baththah berkata: bab mengimani Allah Swt. berada di atas Arasy-Nya terpisah dari makhluk-Nya sedang ilmu-Nya meliputi segala sesuatu. Kaum muslimin sudah berijma’ dari kalangan sahabat dan tabi’in bahwa Allah Swt.  bersemayam di atas Arasy-Nya di atas langit, terpisah dari makhluk-Nya. Al-Daraquthni berkata:

حديث الشفاعة في أحمد                       إلى احمد المصطفى نسنده

و أما حديث بأقعاده                   على العرش أيضا فلا نجحد

امروا الحديث على وجهه                       و لا تدخلوا فيما يفسده[33]

Hadits syafaat di Ahmad                     ke Ahmad al-Mushtafa disandarkan

Sedang hadist nabi didudukkan         di Arasy juga tidak disangkal

Fahami hadits seperti adanya            jangan masuk ke yang merusaknya.


[1] Disebutkan oleh al-Dzahabi dalam kitab al-Uluw (h. 117) dari Riwayat Ibnu Abi Hatim namun hadits ini mursal.

[2] Disebutkan oleh Abdullah dalam kitab al-Sunnah (587) hadits: jika telah duduk … sanadnya lemah karena ada Abdullah bin Khalifah yang dikomentari oleh al-Hafizh sebagai maqbul (jika diikuti perawi lainnya namun jika tidak maka riwayatnya sangat lemah), namun diperdebatkan riwayatnya dari Umar. Ibnu Katsir berkata: dituding riwayatnya, Dikatakan bahwa riwayatnya dari Umar dianggap mauquf ada juga yang menganggapnya mursal (1/458) Diriwayatkan oleh al-Darimi dalam kitabnya al-Raddu ala al-Marisi (h. 74).

[3] Diriwayatkan oleh Abdullah dalam kitab al-Sunnah (no. 495) dan sanadnya shahih.

[4] Diriwayatkan Abdullah dalam kitab al-Sunnah (46, 48) dan disebutkan oleh al-Bukhari dalam kitab Khalqu Af’al al-Ibad (75) dan al-Baihaqi dalam kitab al-Asma’ wa al-Shifat (h. 249) dengan sanad yang shahih.

[5] Diriwayatkan oleh al-Maqdisi dalam kitab al-Uluw (101), al-Dzahabi dalam kitab al-Uluw (h. 118) dan Ibnu al-Qayyim dalam kitab Ijtima’ al-Juyusy al-Islamiyah (h. 72).

[6] .Disebutkan oleh sl-Dzahabi dalam kitab al-Uluw secara Mu’allaq (h. 118).

[7] Disebutkan oleh al-Dzahabi dalam kitab al-Uluw (h. 118) Disebutkan dalam sebuah kisah, lihat kitab al-Mukhtashar (190).

[8] Diriwayatkan oleh al-Baihaqi dalam kitab al-Asma’ wa al-Shifat (h. 412-413) Disebutkan juga oleh al-Dzahabi dalam kitab al-Uluw (h. 118-119) Lihat kitab Mukhtasharnya (191)

[9] Disebutkan oleh al-Dzahabi secara mu’allaq (h. 119) Lihat kitab Mukhtasharnya (194).

[10] Tulisan tentang thabaqat ini dinukil seluruhnya dari kitab al-Uluw karya al-Dzahabi. Silahkan dirujuk dan di dalam mukhtashar karya al-Albani.

[11] Al-Maqdisi dalam kitab Shifat al-Uluw (107, 108) dan al-Dzahabi dalam kitab al-Uluw (h. 120) beliau berkata: sanadnya tidak jelas. Menurut saya; dalam sanadnya ada Abu al-Hasan al-Hakkari yang dikomentari oleh al-Dzahabi dalam kitab Siyaru A’lami al-Nubala” bahwa riwayatnya dipercaya (19/68). Al-Dzahabi jarang sekali menyebutkan komentar seperti ini dalam kitabnya (10/79), dan berkata: tidak shahih.

[12] Disebutkan al-Dzahabi dalam kitabnya al-Uluw (h. 121).

[13] Disebutkan al-Dzahabi dalam kitabnya al-Uluw (h. 122).

[14] Disebutkan oleh al-Dzahabi dalam kitabnya al-Uluw (h. 122-123) dan kitab Mukhtashar (207).

[15] Riwayat ini tidak benar marfu’ namun hanya mauquf di Ibnu Abbas.

[16] Hadits Abu Razin ini lemah seperti dijelaskan sebelumnya. Yang benar adalah bawha Arasy Allah Swt. berada di atas air dan tiada sesuatu yang bersamanya.

[17] Thabaqat ini disebutkan juga dalam kitab al-Uluw oleh al-Dzahabi. Silahkan merujuknya dan merujuk mukhtashar-nya.

[18] Diriwayatkan oleh al-Thabarani dalam kitab al-Shaghir, 1/200, al-Baihaqi dalam kitab al-Sunnah, 4/95 dan sanadnya shahih. Ibnu Hajar mengatakan, sananya jayyid seperti dalam kitab al-Talkhish. Hadits ini sumbernya dari Abu Dawud dengan redaksi lain namun munqathi’.

[19] Al-Buhkari, 13/403 hadits ini telah disebutkan sebelumnya.

[20] Al-Raddu Ala al-Marisi, (h. 25).

[21] Mukhtalafu al-Hadits, h. 344

[22] Tertulis dalam kitab al-Sunnah tahqiq al-Albani.

[23] Al-Tirmidzi, 5/403/ no. 3298 dalam ktab al-Tafsir, bab surah al-hadits. Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad, 2/370 namun sanadnya lemah karena ada Hasan al-Bashri yang dianggap mudallis, Selain itu, dia juga meriwayatkan dengan redaksi an’anah serta tidak pernah mendengar langsung dari Abu Hurairah di samping matannya yang mungkar.

[24] Abu Dawud, 4/231.4721 dalam kitab al-Sunnah, bab al-Jahmiyah. Diriwayatkan oleh al-Bukhari, 6/336 dalam bab Bad’u al-Khalq bab sifat Iblis dan pasukannya. Muslim 1/120/135 dalam kitab al-iman bab bayan waswasah dalam iman.

[25] Abu Dawud, 4/231/4722 dalam kitab al-Sunnah, bab tentang al-Jahmiyah. Namun dalam sanadnya terdapat Salamah bin al-Fadhal yang dipandang shaduq namun banyak melakukan kesalahan seperti dikatakan al-hafizh.

[26] Telah dijelaskan sebelumnya.

[27] Telah disebutkan sebelumnya

[28] Riwayat-riwayat mereka disebutkan oleh al-Dzahabi dalam kitab al-Uluw.

[29] Lihat Syarah al-Aqidah al-Thahawiyah karya Ibnu Abi al-Izz al-Hanafi.

[30] Maqalatu al-Islamiyyin, h. 290.

[31] Disebutkan juga oleh al-Dzahabi dalam kitab al-Uluw.

[32] Kitab al-Syari’ah karyanya (h. 285).

[33] Hadits iq’ad al-Nabi di atas Arsynya dan bahwa dia yang dimaksud al-maqam al-mahmud adalah lemah karena bertentangan dengan hadits yang shahih bahwa al-maqam al-mahmud adalah syafaat uzhma. Lhat kitab al-Silsilah al-Dha’ifah karya al-Albani, 865. Riwayat bahwa syair ini oleh al-Daraquthni adalah salah sebab diriwayatkan oleh Abu Muhammad al-Dasyti (al-Silsilah al-Dha’ifah, 865 dalam sanadnnya ada Ahmad bin Ubaidillah bin kadisy yang bercampur riwayatnya.

Terjemahan Kitab AkidahAl 'UluwAllahimam ahmadimam syafi'iislamMahatinggitauhid

Navigasi pos

Previous post
Next post

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Recent Posts

  • FASE SEJARAH MANUSIA DI DALAM ALQURAN: PANDANGAN SYED ALI ASHRAF
  • PASAL II – AKAL; HAKIKAT DAN BATASANNYA DALAM PERSPEKTIF ISLAM
  • MARAQI AL-WA’YI
  • Perkataan Ulama di Level Berbeda Terkait Sifat “Al `Uluw” (Kemahatinggian Allah) Bagian 2
  • Perkataan Ulama Ahlussunnah Waljama`ah Terkait Sifat “Al-`Uluw” (Kemahatinggian Allah) (Bagian 3)
Juli 2025
S S R K J S M
 123456
78910111213
14151617181920
21222324252627
28293031  
« Jun    

ahli kitab (2) ahlussunnah (2) akal (2) Akidah (62) Al 'Uluw (2) Allah (4) alquran (28) barat (1) budaya (4) firqah (2) firqah najiyah (2) hadits (2) HAM (1) hidayah (1) ibadah (2) ibnu taimiyah (4) ilmu (33) imam ahmad (1) imam syafi'i (9) iman (2) islam (48) israiliyat (1) kalam (2) kristologi (5) ma'rifah (2) Mahatinggi (1) Maha Tinggi (1) manusia (2) pengetahuan (10) perdebatan (1) petunjuk (1) pluralisme (1) rububiyah (1) salaf (1) sejarah (4) studi (1) syubhat (1) tabiin (1) tafsir (2) tanya jawab (1) tauhid (40) taurat (3) teologi (1) tsaqafah (3) uluw (1)

©2025 AKIDAH.NET | WordPress Theme by SuperbThemes