Skip to content
AKIDAH.NET
AKIDAH.NET
AKIDAH.NET
AKIDAH.NET

PASAL XXXVI – KESESATAN BERFIKIR

Supriyadi Yusuf Boni, 24 September 2025

Sumber: Kitab Maraqy al-Wa’yi (Penanaman & Peningkatan Kesadaran)

Penulis:  Prof. Dr. Shaleh bin Abdul Aziz Utsman Sindi

Penerjemah: Supriyadi Yousef Boni

Editor: Idrus Abidin

            Kita hidup di era modern yang dipenuhi beragam pemikiran dan ajaran, perselisihan dan debat, siapa yang tidak berfikir benar dengan metode yang tepat dalam menyikapi semua suguhan pemikiran berat ini; bagaimana memilah antara yang benar dan salah? Dan bagaimana dia selamat sampai di tepian pantai, lolos dari terpaan aliran pemikiran sesat?

            Kemudian memperhatikan segala yang bersentuhan dengan kehidupan manusia hari ini; di mana media sosial telah menjadi hidangan utama yang dinikmati anak kecil dan orang dewasa setiap hari, dan menjadi penggerak utama roda berfikir manusia, dan semua media komunikasi membuka ruang debat hangat dan berkelanjutan sepanjang waktu, dan menjadi sarana tukar fikiran antar sesama manusia.

            Menghadapi gempuran pemikiran ini, seorang muslim membutuhkan kesadaran dan kematangan berfikir agar terbebas dari pemikiran cetek dan sesat. Apalagi kesesatan berfikir tersebar luas, seperti menghukumi tanpa dasar dalil, atau menganggap sesuatu yang bukan dalil sebagai dalil yang benar, atau tertipu dengan pendapat sesat, atau membenarkan kesalahan logika (Mantiq), atau menyerah pada sikap taklid buta, dan sebagainya.

            Menghadapi itu semua, diperlukan bekal metodologi dan panduan berfikir yang benar yang diambil dari cahaya wahyu agar penyampaian dan penerimaan serta penolakan terhadap pemikiran didasarkan pada landasan yang benar dan tepat. Sub-sub ulasan berikut ini akan memaparkan aturan dan panduan berfikir yang benar dan juga tentang kesesatan berfikir.

KESALAHAN ILMU MANTIQ (LOGIKA).

            Kesalahan mantiq adalah cara dan bentuk-bentuk argumenasi yang salah namun ditampakkan seolah benar. Kesalahan matiq juga meliputi argumen menipu yang tidak selaras dengan metodologi ilmiyah. Umumnya digunakan untuk mengecoh lawan debat atau mengaburkan kebenaran atau lari dari sebuah konsekuensi berfikir. Ulasan sebelumnya sudah menyinggung beberapa di antaranya, namun tidak mengapa disinggung ulang untuk lebih menguatkan. Kesalahan mantiq banyak ragamnya, namun akan disebutkan delapan bentuk yang paling menonjol, yakni:

  1. Kesalahan menetapkan hukum berdasarkan perasaan. Artinya, seseorang memainkan peran perasaan berupa simpati dan empati untuk menundukkan lawan bicara.

Benar, bahwa setiap kita dilarang mengabaikan perasaan, namun menjadikan perasaan sebagai landasan hukum juga salah besar. Sebab, perasaan sama sekali bukan pertimbangan, atau hujjah atau landasan sebuah ajaran. Contohnya: seseorang yang menyatakan sebuah pernyataan salah, lalu kala disanggah dia menjawab; kalian tidak tahu berapa lama waktu yang saya habiskan untuk menyiapkan presentasi ini, betapa saya lelah dan begadang. Jawaban seperti ini termasuk salah satu kesalahan. Sebab, dilarang menjadikan perasaan sebagai dalil dan hujjah. Cara ini umumnya dipakai oleh orang-orang ghuluw (berlebihan menyikapi sesuatu).

  • Mengubah Tema. Maksudnya, apabila seseorang terpojok dan tidak mampu menyanggah dalil dan argumenasi lawan, dia cepat beralih ke tema lain dengan maksud mengganggu konsentrasi lawan dan agar keluar dari kondisi terpojok dan kekalahan.

Jadi, ini salah satu cara menghindar. Padahal sikap yang semetinya adalah menyanggah dalil dengan dalil atau mengaku salah jika memang salah. Contohnya; ada seseorang yang menasehati orang lain yang melakukan kesalahan, lalu orang itu menyanggah bahwa: daripada engkau nasehati aku, mending engkau perhatikan saudaramu fulan. Atau dia berkata: engkau juga melakukan ini dan itu. Cara seperti ini jelas hanya ingin lari. Sebab, dua tema itu berbeda; bahwa seseorang melakukan kesalahan lebih berat dari kesalahanmu, tidak mengubah kesalahanmu menjadi benar.

  • Kesalahan Silogisme yang berputar; maksudnya, menjadikan hasil diskusi sebagai premis argumen debat. Di sini seseorang yang didebat tidak mendatangkan sesuatu yang baru namun hanya mengulang premis awal dengan mngubah diksinya. Seperti pernyataan seorang penyair:

            Sepertinya kita dan air di sekitar kita

                        Sekelompok orang duduk dikelilingi air.

Contoh; pengusung teori evolusi berkata bahwa teori evolusi adalah teori yang benar. Jika ditanya: apa dasarnya? Dia jawab: karena dia nyata. Cukup dengan sedikit fikiran kritis anda bisa menyimpulkan bahwa dia sendiri tidak bedakan arti kata sahih (benar) dan haqiqah (kenyataan). Seolah dia berkata; dia benar karena benar.

  • Kesalahan tahrif (pengubahan).

Maksudnya, upaya seorang pendebat untuk mengaburkan pernyataan lawan debatnya, atau mengaitkannya dengan kesimpulan atau fikiran yang tidak dikatakan dan bukan konsekuensi dari perkataan lawan debat itu. Tujuannya adalah untuk menundukkan lawan debat dengan cara yang tidak etis ini, untuk menutupi kelemahannya sendiri.

Contoh: seseorang berkata kepada orang lain; kita perlu mengawasi dan mengontrol perilaku anak kita kala berselancar di internet. Lalu lawan debatnya berkata: berarti engkau menuduh mereka cacat etika atau engkau tidak percaya dengan mereka, atau engkau ingin membelenggu mereka. Ini salah satu bentuk kesalahan, sebab tidak ada korelasi otomatis antara sikap mengontrol dan tuduhan, atau antara tindakan mengawai dengan membelenggu.

Contoh lain: seseorang berkata: kita wajib komitmen menjalankan syariat dan kultur baik kita, lalu orang lain menyanggahnya seraya berkata: berarti engkau ingin kita hidup dalam kegelapan dan kembali ke abad pertengahan. Ini juga bentuk kesalahan besar, jauh dari kebenaran, karena ajakan orang itu tidak serta merta berkonsekuensi pada yang disebutkan penyanggahnya.

  • Kesalahan karena tergesa-gesa menggeneralisir sesuatu. Seperti seseorang yang menemukan sesuatu pada orang lain lalu dia menetapkan hukum general yang mencakup semua hal yang serupa dengan orang tersebut. Yakni, ia menjadikan peristiwa kecil sebagai dasar untuk membuat generalisasi besar.

Siapa yang engkau temui menetapkan hukum general tanpa memastikan kesesuaiannya dengan objek yang dihukuminya, maka jangan pandang dia sebagai pemikir ulung.

Sangat disayangkan, kesalahan seperti ini massif dan sering ditemukan. Engkau temukan orang yang bertinteraksi dengan seseorang dari negara tertentu yang kebetulan berlaku buruk padanya, atau dia bersafar ke negera tertentu dan menemukan perlakuan buruk dari salah satu warga negara tersebut, lalu dia menghukumi buruk seluruh penduduknya, seraya berkata; penduduk negeri ini rusak dan jahat. 

Pertanyaannya; berapa banyak penduduk negara dimaksud yang telah engkau temui agar kesimpulanmu itu dianggap benar? Apakah hanya karena perilaku satu orang lantas engkau jadikan hal itu sebagai sifat dan karakter mereka secara umum?

Sama juga, ada orang yang berjumpa dengan orang berpenampilan agamawan namun tidak senyum, lantas dia menyatakan: semua orang berpenampilan agamawan bermuka muram. Atau dia temukan ada imam rawatib yang kebetulan telat dua menit, lantas dia berkata; semua imam tidak disiplin waktu. Sikap adil itu berarti menempatkan segala sesuatu secara proporsional, dan hukum generalis menampik sikap adil itu.

  • Kesalahan Personalisasi atau Menyerang Personal.

Maksudnya, mengabaikan jawaban lawan debat yang kuat dan beralih menyerang personal lawan debat tersebut, lalu serangan tersebut dijadikan alasan mengabaikan argumenasi lawan debat itu.

Orang yang melakukan ini umumnya minim ilmu dan lemah argumenasi. Misalnya ada dua orang yang berdebat tentang teori evolusi. Salah satunya berkata; teori ini sarat celah dan kelemahan. Kemudian yang satu menjawab: tudingan dan sanggahanmu terhadap teori evolusi adalah bukti keterbatasan fikiranmu, saya tidak sangka ilmu dan pengetahuanmu sangat dangkal. Dia mengira cara tersebut membuatnya unggul atas lawan debatnya.

Menarik diperhatikan, orang tersebut sebenarnya lari dari debat dengan cara mengejek lawan debatnya. Cara menjawabnya dapat dikatakan: kita memperdebatkan teori evolusi dan bukan jangkauan fikiranku. Sanggah argumenku dan abaikan jangkauan fikiranku.

  • Kesalahan Tawaran Berupa Pilihan Palsu.

Yakni kesalahan yang dilakukan sebagian orang dengan menawarkan dua pilihan semata sebelum menghitung semua kemungkinan yang ada. Cara ini dilakukan oleh orang yang ingin mengintervensi orang-orang jahil lalu memaksa mereka setuju dengan keinginannya secara tidak langsung. Contohnya: seseorang yang berkata: jika engkau bukan orang liberal berarti engkau ekstrimis fundamnetalis. Kenapa mesti begitu cara anda? Tidakkah mungkin saya tidak termasuk yang pertama dan tidak pula yang kedua? Tidakkah mungkin saya menjadi orang muslim baik, punya kasih sayang yang tinggi?

  • Kesalahan Kausalitas Palsu.

Kesalahan ini terjadi saat kebersamaan dengan sebab pemantiknya digabungkan. Kesimpulan untuk menetapkan relasi kausalitas antara dua hal tidak hanya dipengaruhi oleh kebersamaan. Kesalahan serupa disebut kesalahan hasil. Artinya sesuatu yang terjadi akibat sesuatu artinya dialah sebabnya, sekalipun tidak ada keterkaitan antara keduanya. Seperti, setiap fajar terdengar suara ayam berkotek padahal suara ayam berkotek bukan disebabkan oleh waktu fajar.

Kausalitas itu jauh lebih komplek dari sekedar keterkaitan/ketersambungan. Bahwa antara kebodohan dengan ketidakjelian bisa dihubungkan dengan relasi kausalitas. Atau seperti halnya dikatakan bahwa beberapa tempat diserang penyakit cacar setelah melihat seekor unta, lalu mereka yakini bahwa melihat unta adalah penyebab sakit. Atau seseorang yang dikatakan meninggal akibat peduduk sekitarnya melakoni kerajinan keramik, lalu mereka berbondong meninggalkannya karena dianggap sebabkan kematian.

Contoh-contoh seperti ini mengingatkan kita tentang rutinitas sebagian orang yang melakukan ritual meditasi lalu merasakan ketenangan, atau menggunakan jimat lalu merasa kuat, atau bertanya kepada paranormal lalu merasakan kebahagiaan. Semua itu hanya bertepatan dengan takdir, namun bukan disebabkan oleh yang disebutkan itu.

Kesimpulan: tampak terlihat banyak fenomena yang saling dikaitkan berdasarkan hukum kausalitas, padahal realitasnya nihil.

PRINSIP DAN PANDUAN YANG MENJAGA DARI KESESATAN BERFIKIR.

            Ada dua puluh kaedah dan prinsip disebutkan secara singkat, yakni;

  1. Kaedah menghukumi sesuatu berarti perwujudan dari memahami hal tersebut. Maka jangan cepat menghukumi sesuatu sebelum benar-benar menguasainya.
  2. Kebenaran pada setiap persoalan yang diperdebatkan hanya satu, diketahui satu kelompok dan tidak oleh yang lain. Maka upayakanlah agar engkau tahu yang benar itu. Adapun teori raltivitas kebenaran maka pernyataan itu terbantahkan dengan sendiri.
  3. Kalimat indah dan diksi menarik, juga kecaman dan cacian bukan penanda kebenaran atau kesalahan. Konsentrasikan fikiranmu pada dalil dan argumen lalu abaikan yang lainnya.
  4. Dalil dan bukti kebenaran senantiasa selaras dan saling menguatkan, tidak kontradiktif apalagi saling melemahkan. Kontradiksi umumnya menjadi penanda kebatilan, tiada pernyataan yang tidak kontradiktif melainkan sumbernya dari Allah Swt.
  5. Kebenaran itu konsisten dan tidak tergantung pada orang yang mengucapkannya, makanya wajib diterima dari siapapun jua.

Kebenaran itu mesti dikedepankan ketimbang orang, karena seseorang dikenal karena kebenaran dan bukan kebenaran diketahui berdasarkan orangnya. Kebenaran itu lebih mulia ketimbang sosok person. Karenanya; siapapun yang mengatakan kebenaran maka terimalah sekalipun yang menyampaikannya orang jauh dan engkau benci. Lalu siapapun mengatakan kebatilan maka tolaklah sekalipun dia orang terdekat dan engkau cintai.”[1]

  • Sebuah kebatilan bisa saja mengandung sekelumit kebenaran, namun jangan tertipu.

Para ulama mengatakan; seseorang tidak menyebarkan kebatilan di tengah manusia kecuali setelah dipoles dengan sedikit kebenaran. Makanya, pegiat kekufuran dan bid’ah beserta ragam aliran mereka pasti mencampurbaurkan antara kebatilan dan kebenaran. Akibat sedikitnya kebenaran pada diri mereka itu menyebabkan daya rusaknya lebih besar. Karena mereka menyesatkan banyak orang dan menyimpangkan mereka dari kebenaran, mengantarkan mereka melakukan kebatilan yang besar. Maka jangan bela kebatilan yang besar hanya karena ada sedikit kebenaran di dalamnya.

  • Sesuatu yang aksiomatik dan konsekuensi logis tidak perlu diperdebatkan.

Ini termasuk landasan logika dasar atau yang diketahui secara aksiomatik seperti teori kausalitas, mustahil menggabungkan dua hal yang kontradiktif, atau menghilangkan keduanya. Kasus-kasus seperti ini tidak perlu didebatkan, bahkan siapa yang memperdebatkannya berarti akalnya tidak sehat.

  • Jika Engkau menukil maka pastikan validitasnya, dan jika engkau berfikir baru maka sebutkan dalilnya.

Jangan menukil atau menerima sebuah nukilan kecuali setelah memastikan kebenaran dan sumbernya. Jangan pula mengatakan atau menerima pernyataan tanpa dalil yang mendasarinya.

  • Persoalannya bukan sekedar mampu menyebutkan titik pendalilan namun yang penting adalah kebenaran pendalilan.

Makanya, tidak semua yang mampu menyebutkan hujjah dan argumen otomatis benar. Jadi, jangan tertipu jika seseorang mampu menyebutkan banyak dalil dan argumen. Sebab semua orang pasti bisa menyebutkan dalil atau alasan sekalipun dia salah dan sesat. Jadi, yang dipentingkan adalah benarnya hujjah dan argument, bukan sekedar ada hujjah dan argumen yang disebutkan.

  1. Bisa saja redaksi suatu hal sudah benar namun dilatari oleh niat buruk sang penutur, maka tetap waspada dengan menyimak secara baik.

Seringkali kalimatnya benar namun yang diinginkan dan diniatkan oleh penuturnya megandung keburukan dan kejahatan. Sebagaimana komentar Ali r.a. terhadap pernyataan kaum Khawatij bahwa: “Tiada hukum kecuali milik Allah Swt;” beliau mengatakan: ini adalah perkataan yang benar namun dimaksudkan untuk sesuatu yang buruk” (Shhaih Muslim, no. 1066).

  1. Jumlah mayoritas (banyak) bukan penanda dan bukti kebenaran.

Maksudnya, sebuah perkataan yang menyebar dan dibela banyak orang tidak serta merta benar. Sebab, kebatilan bisa saja merebak luas, lalu kebenaran seolah tertutup dan terasa asing. Maka, jangan terpedaya, sebab, parameter kebenaran adalah hujjah dan argumen yang benar bukan pada jumlah yang sedikit atau banyak.

Pastikan dan teliti, lalu ukur dengan parameter yang tepat serta waspadai sumber yang salah. Jangan terpenjara oleh issue yang meluas, jangan pula membeo di belakang kuasa jahat, jangan menerima semua pernyataan seperti sampah. Jangan seperti pemikul kayu bakar di malam gelap gulita, karena bisa saja ular ikut kau pikul.

  1. Jangkauan akal terbatas, jangan bebankan melebih kapasitasnya. Mengoptimalkannya pada ruang kerjanya merupakan karunia, namun membebaninya dengan sesuatu yang melebihi kesanggupannya merupakan tindakan bodoh dan jahat.
  2. Tidak adanya dalil speesifik bukan berarti sesuatu tidak ada karena bisa saja dikuatkan dengan dalil lain.

Maksudnya, jika tidak ditemukan satu dalil secara spesifik bukan berarti persoalan yang dikaji tidak ada. Sebab bisa saja persoalan tersebut ditetapkan oleh dalil lain, bukan dalil spesifik yang diinginkan.

Jadi, tidak adanya dalil spesifik bukan berarti persoalan yang dimaksud tidak ada. Contohnya: terbitnya matahari dapat dipastikan dengan ragam bukti seperti penglihatan mata, cahaya dan cahaya. Jadi ketika bukti pengelihatan mata dan cahaya tidak tampak oleh orang buta maka bukan berarti matahari ridak terbit. Karena masih ada bukti hawa panas.

Orang atheis berkata: kita tidak pernah melihat Allah Swt, lalu dikatakan; jika benar penglihatan mata menjadi bukti adanya sesuatu, maka tidak terlihatnya oleh mata bukan berarti sesuatu itu tidak ada. Karena bisa saja sesuatu itu ada dengan bukti lainnya seperti dampak dan indikatornya. Bahwa Allah Swt tidak dilihat adalah benar, akan tetapi keberadaan Allah Swt dibuktikan melalui ciptaan-Nya dan tanda-tanda-nya.

  1. Kebodohan lebih ringan ketimbang ketololan.

Kebodohan maksudnya ketidaktahuan tentang sesuatu dan tidak pula meyakini sebaliknya.

Sedang ketololan adalah tidak tahu yang benar namun meyakini sebaliknya. Seperti realitas kaum sesat.

Orang bodoh adalah orang yang tidak tahu dan sadar akan ketidaktahuannya sehingga dia tampil tawahdu’, tidak berhenti belajar, tidak pula berdebat dengan cara bathil. Berbeda dengan orang tolol, dia tidak tahu yang benar dan tidak sadar kalau dia tidak tahu, bahkan merasa tidak perlu belajar atau malah menghindari kebenaran yang dia anggap benar.

Orang bodoh tidak tahu kebenaran, tidak membelanya dan tidak pula menentangnya. Sedang orang tolol merasa diri berjalan di atas kebenaran sekalipun mereka sesungguhnya sesat, jadi mereka menentang kebenaran itu. Ini perlu difahami dengan benar agar mampu memilih dengan siapa kita berdebat sekaligus tahu sumber kesalahan berfikrinya.

  1. Fanatisme terhadap selain kebenaran adalah tindakan buruk, sikap terpuji adalah tidak reaktif, serta sikap proporsional dalam mencintai, membenci, memuji dan mengecam adalah keistimewaan.
  2. Setiap kaedah pasti ada pengecualian, namun kaedah tidak digugurkan karena kasus dikecualikan.

Hukum generalis salah tempat adalah kesalahan, menggugurkan kaedah umum hanya karena kasus pengecualian adalah kesalahan. Merokok akan mendatangkan mudharat, lantas kaedah ini tidak gugur lantaran ada orang yang merokok namun tidak terdampak. Jadi, berlakukan setiap kaedah secara proporsional dan letakkan pula kasus yang dikecualikan sebagai realitas tak terbantahkan.

  1. Jangan tertipu dengan pengulangan.

Banyak pemikiran dan hukum yang salah yang diulang-ulang dan disampaikan dengan bahasa berebda. Tujuannya agar kesalahan tersebut berubah menjadi kebenaran yang tak terbantahkan. Artinya, pengulangan membenarkan pemikiran. Sejalan dengan prinsip sebagian orang bahwa, berdustalah, berdustalah hingga orang membenarkanmu. Prinsip ini tidak akan berpengaruh pada orang berakal sehat. Sebab prinsip mereka, bahwa pengulangan tidak mengubah kesalahan jadi benar.

  1. Kebenaran itu pahit bagi yang belum terdidik, sedang kesombongan, dengki, menuruti nafsu, fanatisme jahiliyah dan taklid buta sarat sikap ghuluw merupakan faktor yang banyak mengalihkan dari kebenaran.
  2. Antara Syahwat dan syubhat memiliki katerkaitan erat, namun hanya diketahui sedikit orang.
  3. Karakter orang berakal adalah; tenang, merinci, pandai memilah dan tidak tergesa-gesah dalam menyikapi sebuah pernyataan, baik menerimanya atau menolaknya. Sedang orang bodoh melakukan sebaliknya.

PESAN TERKAIT PANDANGAN MENDALAM TERHADAP DINULLAH DAN PELINDUNG AGAR TIDAK TERJEBAK DALAM KESASATAN BERFIKIR.

Berikut ini saya tuliskan lima belas pesan penting, yakni;

  1. Hidayah selalu bersumber dari wahyu. Firman Allah Swt:

وَاِنِ اهۡتَدَيۡتُ فَبِمَا يُوۡحِىۡۤ اِلَىَّ رَبِّىۡ ؕ

Terjemahannya: “dan jika aku mendapat petunjuk maka itu disebabkan apa yang diwahyukan Tuhanku kepadaku” (Qs: Saba’: 50).

Kecerdasan tanpa disertai hidayah dan taufiq hanya menjebloskan ke dalam kesesatan. Manusia secara umum dapat dikelompokkan menjadi penerima hidayah dan penganut kesesatan. Bisa saja orang menjadi yang tercerdas namun buta hidayah. Sebaliknya, ada orang yang bodoh namun dikaruniai hidayah sehingga mengetahui kebenaran. Jadi, tiada daya dan upaya manusia melainkan karunia Allah Swt.

Siapa yang mengandalkan kecerdasan otaknya maka pasti celaka. Karenanya Rasulullah Saw banyak berdo’a; wahai dzat yang bolak balikkan hati, kuatkan hatiku pada agamamu.” (al-Tirmidzi, no. 2140).

  • Hati yang tidak disibukkan dengan kebenaran akan sibuk sendiri dengan kebatilan. Jiwa itu memiliki bibit kesombongan, dan cenderung lari dari penghambaan kepada Allah Swt, maka waspada dan ikatlah dia, dera dia ddengan cambuk ketergantungan kepada Allah Swt, ingatkan selalu bahwa godaan nafsu memang menarik namun berujung celaka.
  • Makin dekat ahti kepada Allah Swt, maka akan hilang penentangan buruk, lalu cahayanya menyingkap kebenaran lebih terang dan lebih sempurna serta lebih kuat. Demkian sebaliknya, makin jauh hati dari Allah Swt, makin bnayak pula penentangannya lalu cahayanya menyingkap kebenaran makin lemah. Firman Allah Swt;

يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيۡنَ اٰمَنُوۡۤا اِنۡ تَتَّقُوا اللّٰهَ يَجۡعَلْ لَّـكُمۡ فُرۡقَانًا

Terjemahannya: “Wahai orang-orang yang beriman! Jika kamu bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberikan furqān (kemampuan membedakan antara yang hak dan batil) kepadamu” (Qs; al-Anfal: 29). Maka, bertakwalah pasti engkau dibimbing.

  • Pangkal segala kesesatan adalah mengedepankan akal ketimbang wahyu, dan memihak ke hawa nafsu dan mengabaikan syariat.

Keselamatan hanya diraih dengan mencari hidayah, bukan dengan mengikuti nafsu dan keinginan. Hawa nafsu selalu berlawanan dengan hidayah, nafsu merupakan ladang dan taman setan maka buanglah ia jauh-jauh. Firman Allah Swt;

وَلَا تَتَّبِعِ الۡهَوٰى فَيُضِلَّكَ عَنۡ سَبِيۡلِ اللّٰهِ​ ؕ

Terjemahannya: “dan janganlah engkau mengikuti hawa nafsu, karena akan menyesatkan engkau dari jalan Allah.” (Qs; Shad: 26)

Yakinlah bahwa jalannya sangat halus, dan lolos godaan sangat berat, karena nafsu pasti menentangnya. Padahal jalan keselamatan adalah menanggalkannya. Jadi, mengikuti hawa nafsu pasti hina dan binasa.

            Dan tiada penghalang nafsu dari godaan

                        Dari manusia kecuali kejernihan dan kesempurnaan akalnya.

  • Adanya syubhat dalam sebuah kebenaran bukan penanda syubhat tersebut benar. Indahnya polesan bukan tanda kejujuran, dan tidak tahu sanggahan syubhat itu sedari awal bukan berarti jawabannya tidak ada. Jika engaku diterpa keraguan maka kuatkan dirimu dan janga pernah lemah menghadapinya.
  • Para penentang al-Qur’an dan sunnah adalah mereka yang awalnya menghindar dan ujungnya menentang.

Makanya problem mereka itu ada sejak awal, mereka berpaling lalu berujung pada sikap menentang. Andai mereka mau menerimanya sejak awal dengan tulus maka mereka pasti aman dan tidak akan menentang. Akan tetapi, mereka giat bahkan berkorban, melelahkan diri mereka dan menanamkan keraguan pada orang lain. Mereka awalnya menghindar hingga dijauhkan darinya, mereka dipalingkan dari risalah dan terjatuh dalam kebimbangan dan kesesatan.

  • Tiada seseorang yang menuding sebuah dalil melainkan karena akalnya sakit, bukan problem pada dalil.

Jika engkau temukan dalil agama yang problematik bagimu hingga sulit engkau fahami, maka itu disebabkan karena keagungan dan kemuliaan dalil itu hingga sulit bagimu. Namun dia mengandung gudang ilmu yang luas sedang engkau belum diberi kuncinya, maka mintalah kepada zat yang mengajarkan Ibrahim untuk mengajarimu dan kepada zat yang memahamkan Sulaiman untuk membuatmu faham. Luruskan niatmu, cari ilmu dari sumber aslinya, maka akan sembuh ketidaktahuanmu. Firman Allah Swt:

وَالَّذِيۡنَ جَاهَدُوۡا فِيۡنَا لَنَهۡدِيَنَّهُمۡ سُبُلَنَا وَاِنَّ اللّٰهَ لَمَعَ الۡمُحۡسِنِيۡنَ‏

Terjemahannya: “Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridaan) Kami, Kami akan tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sungguh, Allah bersama orang-orang yang berbuat baik.” (Qs; al-Ankabut: 69)

  • Musuh para rasul itu akan ada di setiap tempat dan waktu; mereka saling mendukung dengan pernyataan-pernyataan menggoda, maka jangan heran kekompakan mereka, namun jangan inferior di hadapan mereka.
  • Allah Swt suka hamba-Nya yang berilmu dan yakin, bukan yang bodoh dan ragu. Dua penyakit ini sangat pedih bagi hati. Lalu penawarnya yang ampuh adalah mencari ilmu dan penguat keyakinan.
  • Syubhat itu penyakit, dan mendekati penyakit itu tindakan berbahaya.

Berenang melawan ombak hanya boleh dilakukan oleh orang ahli dan profesional. Jangan menyelam di tepian dan mintalah keselamatan, jangan berpsekulasi karena keselamatan agamamu tidak tertandingi oleh apapun. Firman Allah Swt;

وَاِذَا رَاَيۡتَ الَّذِيۡنَ يَخُوۡضُوۡنَ فِىۡۤ اٰيٰتِنَا فَاَعۡرِضۡ عَنۡهُمۡ حَتّٰى يَخُوۡضُوۡا فِىۡ حَدِيۡثٍ غَيۡرِهٖ​ ؕ وَاِمَّا يُنۡسِيَنَّكَ الشَّيۡطٰنُ فَلَا تَقۡعُدۡ بَعۡدَ الذِّكۡرٰى مَعَ الۡقَوۡمِ الظّٰلِمِيۡنَ‏

Terjemahannya: “Apabila engkau (Muhammad) melihat orang-orang memperolok-olokkan ayat-ayat Kami, maka tinggalkanlah mereka hingga mereka beralih ke pembicaraan lain. Dan jika setan benar-benar menjadikan engkau lupa (akan larangan ini), setelah ingat kembali janganlah engkau duduk bersama orang-orang yang zalim!” (Qs; al-An’am: 68).

  1. Berlebihan mengandalkan akal adalah pangkal kesesatan.

Allah Swt karuniakan akal untuk mengetahui yang dekat dengan kita, bukan untuk menerka yang jauh. Sebagaimana Allah Swt berikan kita akal untuk bisa mengantarkan kita kepadanya dan bukan menjauh darinya, petunjuk kuasanya dan bukan malah menyesatkan kita dari hikmah-Nya.

  1. Tidak kontradiksi antara naqli yang shahih dengan akal yang sehat.

Orang yang pandai berlogika lalu mampu bedakan antara yang jelas dengan syubhat, maka pasti yakin bahwa akal yang sehat paling sejalan dengan ajaran Rasulullah Saw.

  1. Mengetahui kebenaran sudah cukup untuk mengetahui kebatilan. Firman Allah Swt:

فَمَاذَا بَعۡدَ الۡحَـقِّ اِلَّا الضَّلٰلُ​​ ۚ

Terjemahannya: “maka tidak ada setelah kebenaran itu melainkan kesesatan” (Qs: Yunus: 32).

Jadi, tidak perlu mencari jawaban setiap syubhat yang dilontarkan, jangan disibukkan dengan itu. Sebab, tidak terbatas godaan nafsu yang dibisikkan ke dalam hati. Cukuplah engkau tahu kebenaran beserta dalilmnya untuk meyakinkanmu bahwa yang kebalikannya adalah kebatilan. Kita semua tahu dan yakin bahwa semua yang menyelisihi wahyu pasti bathil. Hanya saja, mengetahui detail kebatilan dianggap perlu bagi sebagian orang. Orang yang tidak tahu detailnya juga tidak berdampak, dan siapa yang tahu keburukan sebuah kebatilan maka pasti dia lebih tahu kebenaran sebuah kebenaran.

  1. Bedakan antara kemustahilan logika dengan kebimbangan akal.

Wajib dibedakan antara sesuatu yang sulit dijangkau oleh akal dengan yang mustahil dijangkau akal. Juga antara yang keberadaannya diketahui akal dengan yang ketiadaannya diketahui akal. Para rasul menginformasikan hal-hal yang sulit dijangkau oleh akal dan bukan yang mustahil dijangkau oleh akal.

  1. Komitmen mengikuti salaf agar aman dari penyimpangan dan keberkahan hanya diperoleh dengan membersamai orang-orang mulia (dalam ilmunya).

[1] Diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud seperti disebutkan oleh Abu Nua’im dalam kitab Hilyatu al-Auliya’, 1/134.

Terjemahan Kitab Akidahislamkesesatantauhid

Navigasi pos

Previous post

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Recent Posts

  • PASAL XXXVI – KESESATAN BERFIKIR
  • PASAL XXXV – AJARAN MEDITASI
  • PASAL XXXIV – BAGAIMANA MEMAHAMI DALI SYARIAH (2)
  • PASAL XXXIII – BAGAIMANA CARA MEMAHAMI DALIL SYAR’I (1)
  • PASAL XXXI – PERTANYAAN-PERTANYAAN SEPUTAR IBADAH
September 2025
S S R K J S M
1234567
891011121314
15161718192021
22232425262728
2930  
« Agu    

ahli kitab (2) ahlussunnah (2) akal (3) Akidah (94) Al 'Uluw (2) Allah (4) alquran (29) budaya (4) dalil (2) firqah (2) firqah najiyah (2) hadits (2) hidayah (2) ibadah (3) ibnu katsir (1) ibnu taimiyah (4) ilmu (57) imam ahmad (1) imam syafi'i (9) iman (3) islam (80) kalam (2) kenabian (4) kesesatan (2) kristen (1) kristologi (5) ma'rifah (2) Mahatinggi (1) Maha Tinggi (1) manusia (2) meditasi (1) muhammad (1) muslim (1) nubuwah (3) pengetahuan (10) sejarah (4) sunnah (4) syubhat (3) tafsir (2) takdir (2) tauhid (68) taurat (3) teori (2) tsaqafah (3) wahyu (2)

©2025 AKIDAH.NET | WordPress Theme by SuperbThemes