PASAL XXXI – PERTANYAAN-PERTANYAAN SEPUTAR IBADAH administrator, 28 Agustus 2025 Sumber: Kitab Maraqy al-Wa’yi (Penanaman & Peningkatan Kesadaran) Penulis: Prof. Dr. Shaleh bin Abdul Aziz Utsman Sindi Penerjemah: Supriyadi Yousef Boni Editor: Idrus Abidin Ibadah termasuk tema besar dan luas jangkauannya, layak diulas berulang dan di banyak tempat. Tidak ada tema paling layak dibahas melebihi tema tentang tujuan kita diciptakan. Luasnya jangkauan tema ibadah kadang membuat orang bingung, bagaimana meringkas tema ibadah dalam lembaran terbatas. Semoga ringkasan pada tema-tema utama ibadah diulas di lembaran ini. Tema ibadah dapat diringkas dalam empat bab penting, yakni; Pertama; ibadah adalah menggabungkan kesempurnaan cinta kepada Allah Swt, rasa takut kepada-Nya dan mengharap rahmat dari-Nya disertai rasa tunduk kepada-Nya dan sigap jalankan perintah-Nya. Ibadah merupakan tujuan makhluk diciptakan. Allah Swt tegaskan bahwa makhluk diciptakan untuk beribadah kepada-Nya, tiada serikat bagi-Nya. Firman Allah Swt: وَمَا خَلَقۡتُ الۡجِنَّ وَالۡاِنۡسَ اِلَّا لِيَعۡبُدُوۡنِ Terjemahannya: “Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.” (Qs: al-Dzariyat: 56). Kedua: ibadah memiliki dua kunci, dua rukun, dua syarat dan terbagi dua. Ibadah punya dua kunci. Ibadah adalah nama atau istilah untuk semua aktivitas yang dicintai dan diridhai Allah Swt berupa perkataan, perbuatan, yang tampak dan yang bathin. Jadi ibadah mesti memenuhi dua kunci;Ibadah mesti harus berupa aktivitas yang dicintai Allah Swt Ibadah wajib berupa aktivitas yang disyariatkan Allah Swt. Ibadah punya dua rukun, yakni; pertama; puncak cinta dan kedua; puncak sikap merendahkan diri di hadapan Allah Swt. Ibadah wajib harus memenuhi dua hal ini. Ibadah kepada al-Rahman adalah ekspresi puncak cinta kepada-Nya Disertai merendahkan diri, dua kutub ibadah Di atas keduanya rotasi ibadah berputas Tidak dianggap hingga dua kutub terpenuhi Ibadah punya dua syaratIkhlas dan tulus kepada Allah Swt Mengikuti sunnah Rasulullah Saw Ibadah miliki dua bahagianIbadah zhahir (tampak) Ibadah bathin (tak tampak) Ibadah zhahir adalah amal shaleh yang dijalankan oleh fisik, seperti shalat, puasa, zakat, haji, adzan dan sebagainya. Ibadah bathin adalah amal shaleh yang dijalankan oleh hati seperti cinta kepada Allah Swt, takut kepada Allah Swt, kembali kepada-Nya, tawakkal kepada-Nya dan sebagainya. Prinsip dasarnya bahwa ibadah bathin lebih penting ketimbang ibadah zahir. Bahkan ibadah zhahir kalau tidak disertai ibadah bathin maka dampaknya sangat minim atau bahkan tiada sama sekali. Ketiga: Karunia Ibadah Karunia hanya bersumber dari Allah Swt, kesyukuran juga hanya ditujukan kepada Allah Swt. Allah Swt yang menciptakan makhluk, menyiapkan dan memberikan karunia kepadanya. Allah Swt yang berikan hidayah kepadanya, berikan kesanggupan, hati, pendengaran dan penglihatan. Allah Swt yang utus para rasul dan menurunkan kitab, Allah Swt yang tanamkan iman dalam hati, juga kehendak beribadah dalam jiwa, lalu berkenan menerima ibadah dan membalasnya dengan pahala. Sedang hamba tidak berhak menuntut apa pun. Karena semua kehidupan ini sepenuhnya dalam kendali Allah Swt. Demi Allah, andai bukan karena Allah pasti kita tak beroleh hidayah Tidak pula kita berbagi dan tidak pula shalat. Firman Allah Swt: يَمُنُّوۡنَ عَلَيۡكَ اَنۡ اَسۡلَمُوۡا ؕ قُلْ لَّا تَمُنُّوۡا عَلَىَّ اِسۡلَامَكُمۡ ۚ بَلِ اللّٰهُ يَمُنُّ عَلَيۡكُمۡ اَنۡ هَدٰٮكُمۡ لِلۡاِيۡمَانِ اِنۡ كُنۡـتُمۡ صٰدِقِيۡنَ Terjemahannya: “Mereka merasa berjasa kepadamu dengan keIslaman mereka. Katakanlah, “Janganlah kamu merasa berjasa kepadaku dengan keIslamanmu, sebenarnya Allah yang melimpahkan nikmat kepadamu dengan menunjukkan kamu kepada keimanan, jika kamu orang yang benar.” (Qs: al-Hujurat: 17). Olehnya, kala penduduk syurga masuk syurga mereka berucap: وَقَالُوا الۡحَمۡدُ لِلّٰهِ الَّذِىۡ هَدٰٮنَا لِهٰذَا وَمَا كُنَّا لِنَهۡتَدِىَ لَوۡلَاۤ اَنۡ هَدٰٮنَا اللّٰهُ Terjemahannya: “Mereka berkata, “Segala puji bagi Allah yang telah menunjukan kami ke (surga) ini. Kami tidak akan mendapat petunjuk sekiranya Allah tidak menunjukan kami.” (Qs; al-A’raf: 43) Keempat: ibadah paling afdal adalah beramal untuk meraih ridha Allah Swt di setiap waktu dengan jenis ibadah yang selaras dengan waktu tersebut. Hamba sejati akan selalu mencari ridha Allah Swt di mana pun dia berada. Inilah motif utamanya beribadah, dia selalu hidup dalam ibadah, selama dia ditunjuki sebuah amal, dia segera melakukannya, lalu dia berpindah ke jenis ibadah lainnya. Begitulah siklus kehidupannya hingga dia tinggalkan dunia ini. Kenapa saya harus beribadah keapda Allah Swt? Kenapa Allah Swt perintahkan kita beribadah? Apakah Allah Swt butuh ibadah kita? Kalau dia tidak butuh, lantas kenapa kita diperintahkan? Pertanyaan-pertanyaan ini sering melintas di fikiran sebagian generasi muda dan bisa saja menjadi persoalan baru baginya. Hanya saja, saya melihat, pertanyaan-pertanyaan lebih didorong oleh motif pembangkangan ketimbang murni hendak mencari jawabannya yang tepat. Karena manusia terbagi dua, antara orang beriman kepada Allah Swt dengan yang tidak beriman kepada Allah Swt. Orang yang beriman kepada Allah Swt maka pasti dia mengagungkan Allah Swt, tahu tentang Allah Swt dan pesti beretika kepada Allah Swt. Dia sadar kalau ibadah adalah kewajibannya sebagai seorang hamba kepada Allah Swt. Sedang orang atheis yang tiada punya iman sama sekali, maka hanya basa basi jika dia pertanyakan tentang ibadah kepada Allah Swt. Jadi, bagi orang tidak beriman, pertanyaan-pertanyaan di atas hanya ingin memantik keraguan dalam jiwa orang lemah iman. Bersamaan dengan lemahnya iman, sebagian orang menganggap bahwa pertanyaan untuk tujuan membuat ragu ini sulit dan musykil, padahal hakikatnya sangat remeh temeh. Karena tidak semua warna putih itu adalah lemak, dan tidak semua yang hitam itu kurma. Berikut disebutkan jawaban yang salah dan jawaban yang benar. Jawaban yang salah: Allah Swt ciptakan kita karena kebutuhan-Nya terhadap ibadah, tentu jawaban ini salah total. Allah Swt tidak ciptakan makhluk karena ingin diibadahi. Orang yang menganggap jawaban ini benar berarti dia telah menuding Allah Swt butuh ibadah yang berarti terjebak pola fikir materialisme. Tidak semua orang yang meminta sesuatu berarti dia butuh terhadap sesuatu itu. Seperti seorang guru minta ke muridnya untuk sungguh-sungguh belajar untuk kemaslahatan sang murid bukan untuk kemaslahatan sang guru. Jadi, seringkali permintaan itu untuk kemaslahatan pihak yang dipinta bukan untuk kepentingan pihak yang meminta. Allah Swt sebagaimana ditegaskan oleh dalil naqli, aqli, fitrawi dan inderawi adalah Rabb sang pencipta yang maha agung, Tuhan yang maha benar dan maha jelas, dengan demikian Allah Swt maha kaya secara mutlak, maha kaya yang tidak membutuhkan selain-Nya, termasuk tidak punya kepentingan dengan kita dan ibadah kita. Firman Allah Swt: وَمَا خَلَقۡتُ الۡجِنَّ وَالۡاِنۡسَ اِلَّا لِيَعۡبُدُوۡنِ .مَاۤ اُرِيۡدُ مِنۡهُمۡ مِّنۡ رِّزۡقٍ وَّمَاۤ اُرِيۡدُ اَنۡ يُّطۡعِمُوۡنِ. اِنَّ اللّٰهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو الۡقُوَّةِ الۡمَتِيۡنُ Terjemahannya: “Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku. Aku tidak menghendaki rezeki sedikit pun dari mereka dan Aku tidak menghendaki agar mereka memberi makan kepada-Ku. Sungguh Allah, Dialah Pemberi rezeki yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh.” (Qs: al-Dzariyat: 56-58). Sebenarnya sikap manusia itu sangat aneh, mereka membanggakan ibadahnya di hadapan Allah Swt. Firman Allah Swt: قُتِلَ الۡاِنۡسَانُ مَاۤ اَكۡفَرَهٗؕ Terjemahannya: “Celakalah manusia! Alangkah kufurnya dia!” (Qs; Abas: 17). Siapa kita di hadapan keagungan Allah Swt dan kemuliaan rububiyah. Firman Allah Swt: قُلۡ مَا يَعۡبَـؤُا بِكُمۡ رَبِّىۡ لَوۡلَا دُعَآؤُكُمۡ Terjemahannya: “Katakanlah (Muhammad, kepada orang-orang musyrik), “Tuhanku tidak akan mengindahkan kamu, kalau tidak karena ibadahmu.” (Qs: al-Furqan: 77). Disebutkan dalam hadits qudsi, bahwa Allah Swt berfirman: “Wahai hamba-Ku, engkau tidak akan mampu menimpakan mudharat pada-Ku dan tak akan sanggup beri manfaat untuk-Ku. Wahai hamba-Ku, andai semua orang sejak awal hingga orang-orang yang paling akhir, semua manusia, semua jin berada dalam level orang paling takwa di antara kalian maka tidak akan menambah kekuasaan-Ku sedikitpun. Wahai hamba-Ku, andai orang awal hingga orang akhir, semua manusia, semua jin berada dalam level orang paling jahat di antara kalian maka tidak akan mengurangi kekuasaan-Ku sedikitpun. (HR. Muslim, no. 2577). Makna dan arti ibadah tidak mungkin diketahui hakikatnya selama seorang hamba tidak memuliakan Allah Swt sebagaimana mestinya. Hikmah ubudiyah dan tujuannya hanya dapat dirasakan oleh mereka yang tahu sifat-sifat Allah Swt dan keagungan-Nya, tahu tentang ilahiyah dan hakikatnya, bahwa Allah Swt adalah ilah yang maha benar, dan hakikat ilahiyah hanya ditujukan kepada-Nya, dan ibadah adalah konsekuensi dan ilahiyah-Nya. Orang yang ingkari ilahiyah dan tidak mengetahuinya maka mustahil dia tahu hikmah dan ibadah dan semua ketentuan syariat. Tidak mungkin juga dia tahu bahwa ibadah merupakan tujuan dari penciptaan, dan kenapa dua jenis makhluk diadakan, juga kenapa para rasul diutus dan kenapa kitab diturunkan. Untuk tujuan ibadah, syurga dan neraka diciptakan, lalu menafikan penciptaan dari Allah Swt sama dengan menisbahkan sesuatu yang tidak patut kepada Allah Swt. Allah Swt tidak ciptakan manusia sekedar gurauan dan tidak pula dibiarkan begitu saja. Firman Allah Swt: اَفَحَسِبۡتُمۡ اَنَّمَا خَلَقۡنٰكُمۡ عَبَثًا Terjemahannya: “Maka apakah kamu mengira bahwa Kami menciptakan kamu main-main (tanpa ada maksud)” (Qs: al-Mukminun: 115). Artinya tanpa hikmah di baliknya. Firman Allah Swt: اَيَحۡسَبُ الۡاِنۡسَانُ اَنۡ يُّتۡرَكَ سُدًىؕ Terjemahannya: ”apakah manusia mengira, dia akan dibiarkan begitu saja (tanpa pertanggung-jawaban)?” (Qs: al-Qiyamah: 36). Artinya diabaikan, tanpa ada perintah dan larangan, tanpa pahala dan adzab. Jelaslah bahwa Allah Swt tidak bergurau perintahkan kita beribadah, atau Dia butuh ibadah kita, namun Allah Swt ciptakan kita untuk mengikuti kebenaran. Kebenaran ini mengandung banyak hikmah yang dicintai, juga ibadah diciptakan. Jadi; kesimpulannya adalah dua, yakni; ibadah adalah kewajiban kita dan kebutuhan kita. Persoalan pertama; bahwa ibadah adalah hak Allah dan kewajiban makhluk. Disebutkan: “Dan hak Allah atas hamba-Nya adalah menyembah-Nya dan tidak menserikatkan-Nya dengan sesuatu apapun.” Begitu sabda Rasulullah Saw (al-Bukhari, no. 5967 dan Muslim, no. 30). Allah Swt perintahkan kita beribadah karean merupakan hak Allah Swt, siapa yang meminta haknya maka yang dipinta wajib menunaikannya untuknya walaupun si empunya hak termasuk maha kaya. Aturan ini diakui semua orang berakal sehat. Hak seseorang ditunaikan karena posisinya berhak untuk sesuatu itu, bukan karena si empunya punya kebutuhan terhadap sesuatu itu. Andai orang kaya punya piutang atas kamu, lantas bolehkah anda berkata, engkau maha kaya, tidak pantas engkau minta aku lunasi utangku. Allah Swt memiliki hak atas kita dari beberapa segi, yakni; Sebab Allah Swt Rabb kita dan pencipta kita. Sedang kita adalah makhluk-Nya, jika ada pencipta dan yang dicipta maka berkonsekuensi pada adanya penghambaan. Ini sesuatu yang logis otomatis. Sebab Allah Swt adalah penguasa dan raja manusia, sedang manusia adalah rakyat dan hamba-Nya serta selalu dalam kendali-Nya. Sebab Allah Swt yang memberikan rezeki dan nikmat untuk manusia, dan manusia sangat fakir dan membutuhkannya di semua hal, tiada kekuatan dan daya melainkan dengannya. Sampai sesuap makanan yang kita konsumsi, atau seteguk air yang diminum bahkan helaan nafas kita mesti atas izin-Nya. Sebab hanya Allah Swt yang memiliki kesempurnaan mutlak, kemuliaan dan keindahan dzat dan sifat-sifat-Nya. Sedang jiwa pasti menyukai kesempurnaan mutlak, tunduk dan mengagungkan-Nya. Karenanya; Allah Swt diibadahi karena memang harus diibadahi. Semua orang yang menyelami kesempurnaan nama dan sifat-sifat-Nya pasti menyadari ini dengan baik. Persoalan ini sangat besar namun sering diabaikan. Persoalan yang muncul terkait ibadah hanya disebabkan oleh lemahnya pengagungan kepada Allah Swt. Obat penawarnya adalah dengan kembali mengevaluasi diri dan menutupi kekurangan ini, resapi keagungan Allah Swt maka akan pudar persoalan ini, kemudian amatilah alam ciptaan Allah Swt, lalu fakuskan pada titik-titik kesempurnaan dan keindahannya, baik di persoalan kecil ataupun besar, maka yakinlah akan hilang perasaan waswas setan darimu. Agungkan sama dengan Ibadah, ini kaedah ringkas bahwa agungkan dan muliakan Allah Swt maka pasti engkau terdorong dengan sendirinya untuk beribadah kepada-Nya, dan pasti hasilnya engkau yakin bahwa Allah memang harus disembah dengan penuh cinta, pengharapan dan kekawatiran. Kesimpulan; Ibadah adalah hak Allah Swt atas hambanya dan merupakan kewajiban hamba keapda Allah Swt. Persoalan kedua: Allah Swt perintah kita beribadah kepada-Nya bukan karena Allah Swt butuh terhadap ibadah kita, namun karena kita yang butuhkan ibadah itu. Sebab Allah Swt yang karuniakan rahmat dan nikmat kepada kita di saat kita beribadah kepada-Nya. Ibadah adalah kebutuhan kita dan bukan kebutuhan Allah Swt. Allah Swt ingin beri manfaat kepada kita melalui ibadah dan bukan untuk merasakan manfaat dari ibadah kita. Sungguh tepat sebuah perkataan; setiap orang menginginkanmu untuk kepentingannya, namun Allah Swt menginginkanmun untuk kepentinganmu.” Para hamba yang beribadah kepada Allah Swt sejatinya adalah bekerja untuk kepentingan dan kemaslahatan mereka sendiri. Firman Allah Swt; اِنۡ اَحۡسَنۡتُمۡ اَحۡسَنۡتُمۡ لِاَنۡفُسِكُمۡ Terjemahannya: “Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik untuk dirimu sendiri.” (Qs: al-Isra’: 7). Firman Allah Swt; مَنۡ عَمِلَ صَالِحًـا فَلِنَفۡسِهٖ Terjemahannya: ‘Barangsiapa mengerjakan kebajikan maka (pahalanya) untuk dirinya sendiri” (Qs; Fussilat: 46), firman Allah Swt; مَنِ اهۡتَدٰى فَاِنَّمَا يَهۡتَدِىۡ لِنَفۡسِهٖ Terjemahannya: “Barang siapa berbuat sesuai dengan petunjuk (Allah), maka sesungguhnya itu untuk (keselamatan) dirinya sendiri;” (Qs; al-Isra’: 15), firman Allah Swt; وَمَنۡ تَزَكّٰى فَاِنَّمَا يَتَزَكّٰى لِنَفۡسِهٖ ؕ Terjemahannya: “Barangsiapa yang menyucikan dirinya, sesungguhnya dia menyucikan diri untuk kebaikan dirinya sendiri.” (Qs; Fathir: 18). Disebutkan dalam hadits qudsi bahwa Allah Swt berfirman: wahai hamba-Ku, sungguh amal-amal kalian aku catat untuk kalian, lalu aku balas. Siapa yang dapatkan kebaikan maka hendaklah bersyukur kepada Allah namun siapa yang temukan selainnya maka jangan ia sesali kecuali dirinya sendiri.” Kesimpulan: Allah Swt maha lembut, maha pemurah dan maha penyayang menyuruh kita untuk beribadah untuk kebaikan dan kebahagiaan kita, juga untuk ketenangan dan kelapangan di kehidupan dunia ini, lalu untuk kebahagiaan dan nikmat berkelanjutan di akhirat kelak. Ibadah bukan beban yang dilakukan manusia dengan penuh rasa berat dan sulit serta susah terutama mereka yang sudah mengetahui dan merasakan manisnya ibadah. Ibadah sangat mudah, ringan, indah, nikmat dan sarat kesenangan. Siapa yang belum rasakan maka hendaklah dia mencobanya. Orang yang belum coba pasti tidak tahu nikmatnya Maka cobalah pasti engkan buktikan ucapan kami. Orang yang rasakan nikmatnya ibadah jika dia tulus maka pasti akan katakan ibadah bukan beban atau rantai, namun abaikan ibadah itulah yang menjadi beban. Pasti, abaikan ibadah kepada Allah Swt akan menimbulkan kesulitan. Karena jiwa akan terasa gersang, ada jarak lebar anatar jasad dengan ruh, hadirkan rasa sempit di dada, ketersesatan dan terombang ambing, juga timbulkan kegersangan dan kesengsaraan. Orang yang tidak sembah Allah Swt akan tersesat dan galau, bingung dan akau serasa haus. Statistik jumlah orang bunuh diri menjadi bukti faktual. Firman Allah Swt; وَمَنۡ اَعۡرَضَ عَنۡ ذِكۡرِىۡ فَاِنَّ لَـهٗ مَعِيۡشَةً ضَنۡكًا Terjemahannya: “Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sungguh, dia akan menjalani kehidupan yang sempit,” (Qs; Thaha: 124). Realitas di sekeliling kita membuktikan antara kehidupan orang yang taat beribadah dengan kehidupan orang yang abaikan ibadah, siapa diantara mereka yang hidupnya lebih dimudahkan. Tokoh-tokoh atheisme sesat menggambarkan keadaan mereka dalam ucapannya; “Kita berasal dari tiada, tanpa bawa apa-apa untuk tujuan yang tidak jelas.” Ucapan lainnya mengatakan: Saya tidak tahu asal-usulku, namun tetiba ada Saya melihat banyak orang dihadapanku lalu aku ikuti Saya akan terus begini, jika saya ingin atau tidak Bagaimana saya ada? Bagaimana saya melihat jalanku? Sungguh saya tidak tahu. Saya tidak tahu dan kenapa saya tidak tahu? Sungguh saya tidak tahu. Apakah orang yang tersesat lebih baik kehidupannya ketimbang orang yang teguh beribadah? Bandingkan mereka itu dengan orang yang hatinya senang, tenang dengan ibadah kepada Allah Swt dan hatinya tenteram dengan dzikir kepada Allah Swt? Hingga ada seorang diantara mereka yang berucap di saat sekarat bahwa; duhai begitu nyamnnya. Yang lain berkata; sungguh di beberapa waktu hati akan menarik kegirangan. Yang ketiga berkata; sungguh di beberapa waktu hati merasakan kegirangan hingga berucap; andai penduduk syurga seperti ini kondisinya maka niscaya mereka menikmati kehidupan bahagia.” Jika engkau hendak mencari buktinya maka silahkan perhatikan rasa orang yang baru berIslam – di internet banyak ditemukan video ungkapan rasa pasca mereka berIslam – engkau temukan bahwa yang pertama kali mereka gambarkan pasca berIslam adalah mereka seorang baru temukan ruh yang pernah hilang, fisik mereka menjadi lebih cerah, mereka mampu bersikap bijak, mereka nikmati rasa yang sulit digambarkan. Firman Allah Swt; اَفَمَنۡ يَّمۡشِىۡ مُكِبًّا عَلٰى وَجۡهِهٖۤ اَهۡدٰٓى اَمَّنۡ يَّمۡشِىۡ سَوِيًّا عَلٰى صِرَاطٍ مُّسۡتَقِيۡمٍ Terjemahannya: ‘Apakah orang yang merangkak dengan wajah tertelungkup yang lebih terpimpin (dalam kebenaran) ataukah orang yang berjalan tegap di atas jalan yang lurus?” (Qs: al-Mulku: 22). Ibadah kepada Allah Swt adalah cahaya mata hati, kehidupan hati, selamat dari ketersesatan, memanjangkan umur, menambah energi, membersihkan noda, penawar lara, penghapus kegundahan. Ibadah adalah keindahan hidup, marwah dan ketenteramannya, orang yang tahu keagungan ibadah pasti lisannya basah dengan dzikir melalui tasbih atas nikmat sehat, harta, keturunan serta seluruh kenikmatan yang dikaruniakan Allah Swt. Ibadah adalah nikmat yang paling tertinggi dan termulia. Jadi jangan tanyakan; kenapa Allah Swt perintahkan ibadah kepada-Nya? Namun ucapkanlah; ya Allah, hanya untuk-Mu segal puja-puji kala Engkau perintahkan kami ibadah kepada-Mu. Jangan heran kala Allah Swt perintahkan ibadah, namun takjublah pada kemahapemurahan dzat yang diibadahi karena telah menerimamu sebagai hamba-Nya, menerima ibadahamu sekalipun banyak kelalaian dan kekurangan. Ada banyak lagi point yang perlu diperhatikan; Allah Swt perintahkan ibadah untuk mewujudkan humanisme kita. Benar, ibadah kepada Allah Swt akan kembalikan kemanusiaanmu yang benar, engkau beribadah kepada Allah Swt sebagai seorang insan, naluri manusia memang difitrahkan untuk beribadah, sangat membutuhkan ibadah. Beginilah realitas jiwa manusia yang tak mungkin dihindari. Manusia adalah hamba yang dikendalikan, ini pula hakikat kemanusiaan manusia. Sebagaimana manusia bernafas, makan, minum, berfikir maka dia pun merupakan seorang hamba. Mustahil seorang hamba bisa lepas dari ibadah, jika dia tidak beribadah secara benar dan tepat, jika dia tidak beribadah kepada Allah Swt maka pasti dia menjadi hamba selain-Nya, berupa kelezatan, patung, pacar, harta benda atau bahkan pakaiannya. Sabda Rasulullah Saw: “Celakalah hamba dinar, dirham, qathifah (jenis pakaian), khamishah (jenis pakaian).” (HR. al-Bukhari, no. 2887). Jadi, semua orang adalah hamba, ini kaedah umum tanpa pengecualian, sampai orang atheis atau tak beragama, dia sesungguhnya sedang ibadahi syahwatnya, nafsunya. Sungguh benar pernyataan Ibnu al-Qayyim: Ruh mereka sedang keterasingan juga jasad Dalam kedurjaan bukan dalam ridha ar-Rahman Mereka jauhi kehambaan yang jadi tujuan diciptakan Mereka rela jadi hamba nafsu dan setan Kesimpulan; ibadah hukumnya wajib, rasanya nikmat sekaligus sebagai kebutuhan. Sebagaimana ibadah diwajibkan bagi kita, karena ibadah adalah nikmat seklaigus kebutuhan kita. Hidup kita tanpa ibadah dipastikan gelap. Banyak kandungan ibadah yang tidak kita fahami. Persoalan ini termasuk yang banyak dipertanyakan kaum generasi muda. Jawabannya ada lima, yakni; Umumnya ibadah sangat jelas dan diketahui himah di baliknya, sedang ibadah yang hikmahnya belum diketahui sangat sedikit. Jika engkau perhatikan ibadah-ibadah pokok seperti shalat, zakat, puasa dan haji, maka semua jenis ibadah ini mengandung hikmah agung dan mulia. Andai kita kumpulin lembaran kitab yang mengulas hikmah ibadah maka pasti tidak tidak akan ada akhirnya. Benar, ada beberapa jenis ibadah yang belum diungkap hikmahnya, seperti kenapa shalat fajar dua rakaat dan shalat maghrib tiga rakaat? Pertanyaan ini sulit dijawab secara pasti, bahkan sikap yang tepat menyerahkan sepenuhnya kepada Allah Swt. Secara umum, shalat diketahui hikmah di baliknya, namun ada sebagian persoalan detail shalat yang belum diketahui hikmahnya. Perlu dibedakan antara ibadah yang belum diketahui hikmahnya dengan ibadah yang tidak ada hikmahnya, antara ibadah yang belum diketahui hikmahnya dengan yang dipastikan tidak berhikmah. Yang pertama pasti terjadi dan yang kedua tidak mungkin terjadi. Atau, mengklaim bahwa ada jenis ibadah yang tidak berhikmah, dapat dipastikan tidak mungkin terjadi, mustahil pula seseorang menuding ada ibadah yang tidak berhikmah. Shalat fajar yang dua rakaat, bukan tiga dan bukan empat, tidak dikethaui hikmahnya namun tidak mungkin tidak berhikmah. Mengetahui hikmah bukan syarat ibadah. Apabila telah jelas bahwa ibadah adalah hak Allah Swt atas hamba maka tiada pilihan kecuali segera patuh dan taat. Atau mendirikan ibadah tidak diharuskan tahu detail ibadah terlebih dahulu, namun cukup jelas dalilnya dan jelas tujuan dikerjakan. Contoh; mayoritas orang menggunakan hand phone sementara mereka sendiri tidak tahu cara kerjanya, bagaimana proses suara berpindah dari seseorang ke orang lain, umumnya kerja hand phone tidak diketahui banyak orang. Namun demikian, mereka tetap mengunnakannya. Sebab, intinya kebutuhan mereka terselesaikan, dan tidak mesti mereka tahu cara kerjanya secara detail. Contoh lain; mayoritas orang tidak faham bagaimana cara kerja mobil, belum pernah terdengar sebuah mobil kebakaran akibat proses pembakaran berkat percampuran antara udara dengan bahan bakar. Namun demikian mereka tetap menggunakannya dan tidak mengabaikannya karena alasan tidak tahu detail kerjanya. Padahal mobil dan hand phone adalah barang berfisik dan terlihat. Sementara ibadah, perintah dan pahalanya termasuk persoalan ghaib, padahal kita yakin ibadah akan mengantarkan kita pada tujuan mulia mendapatkan ridha Allah Swt. Jadi, mesti yakin menerima sebuah ibadah lalu mengerjakannya sekalipun belum tahu hikmahnya. Menyikapi perintah ibadah adalah menerimanya dan diantara tandanya adalah tidak larut mencari detail hikmahnya, baik yang terkait dengan printah atau larangan, bahkan takdir. Jika syariat telah sebutkan hikmah dan difahami akal fikiran maka akan menambah keyakinan. Namun jika belum tampak hikmahnya maka semestinya tidak lemahkan semangat jalankan ibadah. Tunduk terhadap printah Allah Swt lalu menjalankannya walau tanpa tahu hikmahnya pertanda ketulusan penghambaan kepada Allah Swt. Setiap insan wajib menanggalkan sifat sombong dan mesti bersifat tawadhu’, karena yang diketahui jauh lebih sedikit dari yang tidak diketahui, sedang akal fikiran sangat lemah untuk jangkau segala sesuatu. Firman Allah Swt; وَاللّٰهُ يَعۡلَمُ وَاَنۡـتُمۡ لَا تَعۡلَمُوۡنَ Terjemahannya: “Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (Qs: al-Baqarah: 216). Firman Allah Swt: وَمَاۤ اُوۡتِيۡتُمۡ مِّنَ الۡعِلۡمِ اِلَّا قَلِيۡلًا Terjemahannya: “sedangkan kamu diberi pengetahuan hanya sedikit.”” (Qs: al-Isra’: 85). Dalam persoalan hikmah dikatakan bahwa apa yang kita ketahui menajdi bukti terhadap apa yang belum kita ketahui, sebagaimana telah disebutkan pada bahasan sebelumnya. Kita juga yakin bahwa mustahil seseorang bisa mengetahui segala sesuatu termasuk hikmah di baliknya. Orang yang mengingkari prinsip ini sama dengan dia menyepadankan antara pencipta dengan makhluk-Nya, terutama mengenai pengetahuan terhadap maslahat dan semua detail hikmahnya. Lantas bagaimana mungkin disamakan antara Rabb dengan makhluk yang tercipta dari tanah. Bagaimana mungkin disamakan antara makhluk yang zhalim dan bodoh dengan Allah Swt yang maha tahu. Kesimpulan; siapa yang tidak berhias sifat tawadhu’ maka pasti tidak akan temukan kebenaran, maka janganlah dia lelah dan melelahkan orang lain. Ingatlah kesempurnaan rabb dibanding kekurangan hamba. Dan yakinlah bahwa mereka yang kurang ilmu tidak layak menyanggah.[1] Betapapun engkau dibingungkan oleh persoalan-persoalan syariat atau tentang takdir maka saya sarankan untuk mengingat jawaban sederhana; ingatp prinsip. Artinya; jika engaku terganggu oleh sebagian persoalan syariat atau takdir, atau orang lain sedang terganggu lalu engkau ingin meneasehatinya, maka ingatlah bahwa terkadang tidak pedulikan persoalan secara langsung, atau jangan serang secara langsung, namun kembali mulai lakukan tahapan-tahaoan berikut ini; Tahap pertama; yakini adanya rububiyah Allah Swt; apakah Allah Swt rabb yang maha agung ada atau tidak? Apa yang engkau yakini? Jika engkau telah yakin jawabannya makapindah ke tahapan yang kedua. Namun jika tidak, maka evaluasi kembali dirimu lalu kumpulkan semua dalil dan bukti bahwa rububiyah Allah Swt betul adanya. Tahap Kedua: Adanya sifat-sifat yang mulia. Rabb yang maha agung memiliki sifat-sifat mulai nan sempurna dari semua sisi. Dan tidak mungkin Dia menjadi rabb andai tidak bersifat mulia. Diantaranya bersifat bijaksan dan ilmu yang luas dan menyeluruh. Jika engaku telah yakininya maka lanjutkan ke tahapan ketiga. Jika tidak, maka renungkan kembali sifat-sifat Allah Swt yang sempurna. Tahap Ketiga; yakini Nubuwah Muhammad Saw dan kebenaran risalahnya. Jika engkau telah yakini tahapan ketiga ini, maka lanjutkan ke tahapan keempat. Namun jika beluim, maka renungkan kembali dan selami bukti kebenaran nubuwah Muhammad Saw. Tahap Keempat: Yakini Kebenaran Islam; jika engkau telah yakini Islam sebagai agama yang benar dan diturunkan dari Allah Swt, maka lanjutkan ke tahapan lima. Namun jika belum, maka pelajari kembali bukti dan dalil tentang kebenaran Islam. Tahap Kelima: yakini bahwa al-Qur’an dan Sunnah terjamin dijaga. Jika engkau yakini bahwa al-Qur’an dan sunnah terjaga maka bersyukurlah kepada Allah Swt. Namun jika belum, maka pelajari ulang dan selami dalil-dalil yang menandakan al-Qur’an dan sunnah terjaga. Ikuti setiap tahapan ini secara berurutan agar engaku rasakan gangguan yang engkau alami sudah memudar. Jika tahapan ini dijalani secara teratur dan berurutan maka pasti persoalan-persoalan dalam keagamaan akan memudar dan terasa ringan. Orang yang meyakini lima tahapan ini maka persoalan apapaun yang terkait dengan syariat dan takdir akan lemah dan tidak akan mengganggu imannya. Untuk ulasan tambahan disaranakan membaca: Risalah al-Ubudiyah karya Ibnu Taimiyah. [1] Sebaiknya baca kembali pasal terkait Allah Swt punya hikmah dan 15 kaedah yang dipaparkan. Terjemahan Kitab Akidahibadahilmuislamtauhid