Penutup Seputar Bukti Kebenaran Alquran Idrus Abidin, 14 November 20231 Mei 2024 Sumber: Ringkasan Pengantar Mengenal Al-Quran Al-Karim Penulis: Dr. ‘Abdullah Dirâz, Ringkasan oleh: Muhammad ‘Abdul ‘Azhim ‘Aliy Penerjemah: Idrus Abidin. Kita sudah membahas kemungkinan adanya sumber referensi manusia terkait ajaran al-Qur’an, sehingga kita mengikuti Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam dalam kehidupannya yang biasa dan kehidupannya setelah menerima beban risalah kenabian, baik di kota Makkah maupun di kota Madinah, dalam perjalanan beliau maupun dalam segala koneksinya. Kita pun membahas kemampuan beliau dalam membaca dan sejauh apa keberadaan data-data yang dimiliknya. Semua jalur penelitian menunjukkan kelemahan dan ketidakmampuannya untuk memberikan kemungkinan sebagai bukti sumber referensi al-Qur’an yang bersifat alami. Inilah bangunan kokoh yang merangkum keilmuan yang luas dan terperinci dalam aspek agama, sejarah, etika, undang-undang dan alam semesta…..dst. Apakah Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam berusaha bertanya kepada alam atau bertanya kepada dirinya sendiri? siapa yang mungkin dari itu. Tetapi jawaban yang mungkin didapatkannya tidak lebih dari fakta yang tetap tidak jelas yang sering disebutkan dalam tradisi sebagai “agama alam” yang berbeda dengan ilmu yang valid dan fakta-fakta yang jelas di semua tempat. Lalu dari mana munculnya wahyu ini?! Bukankah itu keluar dari jiwanya?! Sungguh data-data membuktikan kepada kita fakta sebaliknya. Tabiat pemikiran yang diterima melalui wahyu bisa berkategori empiris atau melampaui nalar (supra logis). Yakni bahwa hal itu jauh dari jangkauan akal murni. Jauh juga dari rasa yang hanya terkungkung dalam sumbernya yang biasa, seperti ilham yang diterima oleh kalangan penyair dan kaum filosof. Karena yang teramati bahwa wahyu bukanlah pemikiran yang diikuti dari dalam jiwanya, tetapi wahyu merupakan pendengaran via suara murni, yakni bahwa pemikiran tidaklah menyertai pembicaraan dan tidak pula melampauinya. Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam sendiri sempat dibikin gusar oleh fenomena wahyu (suara) pada awal kalinya. Ketika ia hendak menerima ayat-ayat wahyu beliau mendapati dirinya seperti terpaksa mengulang-ulang teks-teks tersebut untuk dirinya kata per kata ketika sedang menerima wahyu. Beliau tidak berhenti berbuat demikian kecuali setelah mendapatkan perintah yang sangat jelas sekaligus jaminan bahwa Allahlah yang akan membuatnya hafal dan menjelaskan maknanya kepadanya فَإِذَا قَرَأْنَاهُ فَاتَّبِعْ قُرْآنَهُ. ثُمَّ إِنَّ عَلَيْنَا بَيَانَهُ Apabila Kami telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaannya itu. Kemudian, sesungguhnya atas tanggungan Kamilah penjelasannya. (QS al-Qiyamah: 18-19) Ini adalah ungkapan yang berhak menarik perhatian kita dan mengarahkan kita kepada wahyu tekstual tanpa adanya syarat dan batasan tertentu. Wahyu merupakan pengalaman langsung yang dialami Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam, sedang orang-orang yang sezaman beliau terkadang sebagai saksi yang melihat langsung bagaimana wahyu itu turun. Mereka menyaksikan sendiri tampilan luar (fisik) Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam ketika menerima wahyu, yang mana, bagi beliau merupakan pengalaman hidup yang bukan merupakan bikinan. Itu merupakan keadaan yang diterima beliau dengan segala penderitaan, sementara beliau tidak bisa menghindar ketika kedatangannya. Beliau juga tidak bisa menyiapkan waktu untuk menerimannya ketika ia merasa butuh kepadanya.[1] Belum lagi bahwa setiap pelajaran yang diberikan oleh wahyu merupakan hal-hal baru yang akan menambah kekayaan pengetahuan beliau. Jauh dari naungan pengetahuan ketuhanan ini, maka beliau kembali ke batas kemampuannya sebagai manusia. Terkait dengan masa lalu dan masa depan dan di hadapan masalah yang pelik bagi kecerdasan manusia untuk mengerti teka-tekinya, beliau tidak punya kemampuan apapun kecuali memberikan tanda tanya, seperti layaknya manusia secara umum, dengan penuh amanah dan dengan penuh rasa tawadhu. Sikap Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam yang penuh dengan rasa khusyu’ dan penghormatan terhadap al-Qur’an sangat dimaklumi bersama. Demikian juga keyakinannya bahwa al-Qur’an merupakan firman Tuhan secara langsung, demikian pula sikapnya sebagai penjelas terhadap sebuah teks yang bukan ucapannya اسْتَغْفِرْ لَهُمْ أَوْ لاَ تَسْتَغْفِرْ لَهُمْ إِن تَسْتَغْفِرْ لَهُمْ سَبْعِينَ مَرَّةً فَلَن يَغْفِرَ اللّهُ لَهُمْ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ كَفَرُواْ بِاللّهِ وَرَسُولِهِ وَاللّهُ لاَ يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ Kamu memohonkan ampun bagi mereka atau tidak kamu mohonkan ampun bagi mereka (adalah sama saja). Kendatipun kamu memohonkan ampun bagi mereka tujuh puluh kali, namun Allah sekali-kali tidak akan memberi ampunan kepada mereka. Yang demikian itu adalah karena mereka kafir kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang fasik. (QS at-Taubah: 80) سَوَاء عَلَيْهِمْ أَسْتَغْفَرْتَ لَهُمْ أَمْ لَمْ تَسْتَغْفِرْ لَهُمْ لَن يَغْفِرَ اللَّهُ لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ Sama saja bagi mereka, kamu mintakan ampunan atau tidak kamu mintakan ampunan bagi mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik. (QS al-Munafiqun: 6) Bahkan beliau merasa kaget bukan kepalang jika ada yang menisbatkan kepada Allah sebuah ucapan yang bukan Allah yang mengucapkannya, sekalipun ucapan itu hanya sederhana وَلَوْ تَقَوَّلَ عَلَيْنَا بَعْضَ الْأَقَاوِيلِ * لَأَخَذْنَا مِنْهُ بِالْيَمِينِ * ثُمَّ لَقَطَعْنَا مِنْهُ الْوَتِينَ * فَمَا مِنكُم مِّنْ أَحَدٍ عَنْهُ حَاجِزِينَ Seandainya dia (Muhammad shallahu ‘alaihi wasallam) mengadakan sebagian perkataan atas (nama) Kami, niscaya benar-benar Kami pegang dia pada tangan kanannya. Kemudian benar-benar Kami potong urat tali jantungnya. Maka sekali-kali tidak ada seorangpun dari kamu yang dapat menghalangi (Kami), dari pemotongan urat nadi itu. (QS al-Haqqah: 44-47) Beliau juga merasa mendapatkan pengawalan dari langit dan dengan pengawas yang mengelilinginya إِلَّا مَنِ ارْتَضَى مِن رَّسُولٍ فَإِنَّهُ يَسْلُكُ مِن بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ رَصَدًا * لِيَعْلَمَ أَن قَدْ أَبْلَغُوا رِسَالَاتِ رَبِّهِمْ وَأَحَاطَ بِمَا لَدَيْهِمْ وَأَحْصَى كُلَّ شَيْءٍ عَدَدًا Kecuali kepada rasul yang diridhai-Nya, maka sesungguhnya Dia mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di muka dan di belakangnya. Supaya Dia mengetahui, bahwa sesungguhnya rasul-rasul itu telah menyampaikan risalah-risalah Tuhannya, sedang (sebenarnya) ilmu-Nya meliputi apa yang ada pada mereka, dan Dia menghitung segala sesuatu satu persatu. (QS al-Jin: 27-28) Tidak benar bahwa al-Qur’an memutarbalikkan keperibadian Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam, sehingga beliau tidak disebutkan pada banyak tempat dan tidak menemukan sedikitpun penyebutan terkait kesedihannya. Jika pun disebutkan sedikit untuk memberikan keputusan atau hal yang bisa mengarahkan sikapnya selama masalah memang terkait dengan sikap etis. Di sini kita menemukan kontaradiksi yang jelas antara otoritas penetap syari’at dan jiwa yang tunduk patuh. Tidak sedikit pengajaran yang memuat penghinaan[2] karena sedikit pelanggaran beliau terhadap nilai-nilai ideal yang diharapkan. [3] Selama tidak ada pengarahan jelas dari wahyu pada masalah tertentu, maka tentu memiliki karakter yang terasa ada unsur malu dan rasa tidak enak يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَدْخُلُوا بُيُوتَ النَّبِيِّ إِلَّا أَن يُؤْذَنَ لَكُمْ إِلَى طَعَامٍ غَيْرَ نَاظِرِينَ إِنَاهُ وَلَكِنْ إِذَا دُعِيتُمْ فَادْخُلُوا فَإِذَا طَعِمْتُمْ فَانتَشِرُوا وَلَا مُسْتَأْنِسِينَ لِحَدِيثٍ إِنَّ ذَلِكُمْ كَانَ يُؤْذِي النَّبِيَّ فَيَسْتَحْيِي مِنكُمْ وَاللَّهُ لَا يَسْتَحْيِي مِنَ الْحَقِّ وَإِذَا سَأَلْتُمُوهُنَّ مَتَاعًا فَاسْأَلُوهُنَّ مِن وَرَاء حِجَابٍ ذَلِكُمْ أَطْهَرُ لِقُلُوبِكُمْ وَقُلُوبِهِنَّ وَمَا كَانَ لَكُمْ أَن تُؤْذُوا رَسُولَ اللَّهِ وَلَا أَن تَنكِحُوا أَزْوَاجَهُ مِن بَعْدِهِ أَبَدًا إِنَّ ذَلِكُمْ كَانَ عِندَ اللَّهِ عَظِيمًا Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah-rumah Nabi kecuali bila kamu diizinkan untuk makan dengan tidak menunggu-nunggu waktu masak (makanannya), tetapi jika kamu diundang maka masuklah dan bila kamu selesai makan, keluarlah kamu tanpa asyik memperpanjang percakapan. Sesungguhnya yang demikian itu akan mengganggu Nabi lalu Nabi malu kepadamu (untuk menyuruh kamu keluar), dan Allah tidak malu (menerangkan) yang benar. Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (isteri-isteri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir. Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka. Dan tidak boleh kamu menyakiti (hati) Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam dan tidak (pula) mengawini isteri-isterinya selama-lamanya sesudah ia wafat. Sesungguhnya perbuatan itu adalah amat besar (dosanya) di sisi Allah. (QS al-Ahzab: 53) Terasa sangat sensitip karena bertentangan dengan budaya masyarakat وَإِذْ تَقُولُ لِلَّذِي أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِ وَأَنْعَمْتَ عَلَيْهِ أَمْسِكْ عَلَيْكَ زَوْجَكَ وَاتَّقِ اللَّهَ وَتُخْفِي فِي نَفْسِكَ مَا اللَّهُ مُبْدِيهِ وَتَخْشَى النَّاسَ وَاللَّهُ أَحَقُّ أَن تَخْشَاهُ فَلَمَّا قَضَى زَيْدٌ مِّنْهَا وَطَرًا زَوَّجْنَاكَهَا لِكَيْ لَا يَكُونَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ حَرَجٌ فِي أَزْوَاجِ أَدْعِيَائِهِمْ إِذَا قَضَوْا مِنْهُنَّ وَطَرًا وَكَانَ أَمْرُ اللَّهِ مَفْعُولًا Dan (ingatlah), ketika kamu berkata kepada orang yang Allah telah melimpahkan nikmat kepadanya dan kamu (juga) telah memberi nikmat kepadanya: “Tahanlah terus isterimu dan bertakwalah kepada Allah”, sedang kamu menyembunyikan di dalam hatimu apa yang Allah akan menyatakannya, dan kamu takut kepada manusia, sedang Allah-lah yang lebih berhak untuk kamu takuti. Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap istrinya (menceraikannya), Kami kawinkan kamu dengan dia supaya tidak ada keberatan bagi orang mukmin untuk (mengawini) isteri-isteri anak-anak angkat mereka, apabila anak-anak angkat itu telah menyelesaikan keperluannya daripada isterinya. Dan adalah ketetapan Allah itu pasti terjadi. (QS al-Ahzab: 37) Tidak memotong pendapat para sahabat-sahabatnya فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ اللّهِ لِنتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لاَنفَضُّواْ مِنْ حَوْلِكَ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي الأَمْرِ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللّهِ إِنَّ اللّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya. (QS Ali Imran: 159) Beliau sering mengakui katidaktahuan beliau seputar akhir kehidupannya secara pribadi dan orang lain قُلْ مَا كُنتُ بِدْعًا مِّنْ الرُّسُلِ وَمَا أَدْرِي مَا يُفْعَلُ بِي وَلَا بِكُمْ إِنْ أَتَّبِعُ إِلَّا مَا يُوحَى إِلَيَّ وَمَا أَنَا إِلَّا نَذِيرٌ مُّبِينٌ Katakanlah: “Aku bukanlah rasul yang pertama di antara rasul-rasul dan aku tidak mengetahui apa yang akan diperbuat terhadapku dan tidak (pula) terhadapmu. Aku tidak lain hanyalah mengikuti apa yang diwahyukan kepadaku dan aku tidak lain hanyalah seorang pemberi peringatan yang menjelaskan”. (QS al-Ahqaf: 9) Tetapi dengan sekedar menerima pengetahuan via wahyu maka beliau menyampaikan risalahnya dengan penuh kepercayaan diri dan penuh kekuatan, dan tampil layaknya seorang guru dan pendidik bagi semua orang فَإنْ حَآجُّوكَ فَقُلْ أَسْلَمْتُ وَجْهِيَ لِلّهِ وَمَنِ اتَّبَعَنِ وَقُل لِّلَّذِينَ أُوْتُواْ الْكِتَابَ وَالأُمِّيِّينَ أَأَسْلَمْتُمْ فَإِنْ أَسْلَمُواْ فَقَدِ اهْتَدَواْ وَّإِن تَوَلَّوْاْ فَإِنَّمَا عَلَيْكَ الْبَلاَغُ وَاللّهُ بَصِيرٌ بِالْعِبَاد Kemudian jika mereka mendebat kamu (tentang kebenaran Islam), maka katakanlah: “Aku menyerahkan diriku kepada Allah dan (demikian pula) orang-orang yang mengikutiku”. Dan katakanlah kepada orang-orang yang telah diberi Al Kitab dan kepada orang-orang yang ummi: “Apakah kamu (mau) masuk Islam”. Jika mereka masuk Islam, sesungguhnya mereka telah mendapat petunjuk, dan jika mereka berpaling, maka kewajiban kamu hanyalah menyampaikan (ayat-ayat Allah). Dan Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya. (QS Ali Imran: 20) Sejak sebelum hijrah, beliau mengumumkan bahwa intisari ajaran beliau adalah mengarahkan kalangan bani Israil dan semua kalangan ummat secara umum yang mendapatkan agama langit dan menjelaskan kepada mereka kebenaran pada hal-hal yang mereka perselisihkan dan mereka perdebatkan وَمَا أَنزَلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ إِلاَّ لِتُبَيِّنَ لَهُمُ الَّذِي اخْتَلَفُواْ فِيهِ وَهُدًى وَرَحْمَةً لِّقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ Dan Kami tidak menurunkan kepadamu Al-Kitab (Al Quran) ini, melainkan agar kamu dapat menjelaskan kepada mereka apa yang mereka perselisihkan itu dan menjadi petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman. (QS an-Nahl: 64) وَضَرَبَ اللّهُ مَثَلاً رَّجُلَيْنِ أَحَدُهُمَا أَبْكَمُ لاَ يَقْدِرُ عَلَىَ شَيْءٍ وَهُوَ كَلٌّ عَلَى مَوْلاهُ أَيْنَمَا يُوَجِّههُّ لاَ يَأْتِ بِخَيْرٍ هَلْ يَسْتَوِي هُوَ وَمَن يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَهُوَ عَلَى صِرَاطٍ مُّسْتَقِيمٍ Dan Allah membuat (pula) perumpamaan: dua orang lelaki yang seorang bisu, tidak dapat berbuat sesuatupun dan dia menjadi beban atas penanggungnya, ke mana saja dia disuruh oleh penanggungnya itu, dia tidak dapat mendatangkan suatu kebajikanpun. Samakah orang itu dengan orang yang menyuruh berbuat keadilan, dan dia berada pula di atas jalan yang lurus? (QS an-Nahl: 76) Ketika menetapkan sebuah keputusan maka beliau tidak main-main فَلِذَلِكَ فَادْعُ وَاسْتَقِمْ كَمَا أُمِرْتَ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءهُمْ وَقُلْ آمَنتُ بِمَا أَنزَلَ اللَّهُ مِن كِتَابٍ وَأُمِرْتُ لِأَعْدِلَ بَيْنَكُمُ اللَّهُ رَبُّنَا وَرَبُّكُمْ لَنَا أَعْمَالُنَا وَلَكُمْ أَعْمَالُكُمْ لَا حُجَّةَ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمُ اللَّهُ يَجْمَعُ بَيْنَنَا وَإِلَيْهِ الْمَصِيرُ Maka karena itu serulah (mereka kepada agama ini) dan tetaplah sebagai mana diperintahkan kepadamu dan janganlah mengikuti hawa nafsu mereka dan katakanlah: “Aku beriman kepada semua Kitab yang diturunkan Allah dan aku diperintahkan supaya berlaku adil diantara kamu. Allah-lah Tuhan kami dan Tuhan kamu. Bagi kami amal-amal kami dan bagi kamu amal-amal kamu. Tidak ada pertengkaran antara kami dan kamu, Allah mengumpulkan antara kita dan kepada-Nya-lah kembali (kita)”. (QS asy-Syuraa: 15) Di balik dorongan kokoh tersebut terdapat kekuatan hebat yang tidak sepedan dengan kekuatan manusia, karenanya kita melihat beliau memiliki jiwa yang tidak mudah panik dan keimanan yang tidak goyah dalam hal meyakini adanya kebersamaan dengan Allah dan pertologan-Nya إِلاَّ تَنصُرُوهُ فَقَدْ نَصَرَهُ اللّهُ إِذْ أَخْرَجَهُ الَّذِينَ كَفَرُواْ ثَانِيَ اثْنَيْنِ إِذْ هُمَا فِي الْغَارِ إِذْ يَقُولُ لِصَاحِبِهِ لاَ تَحْزَنْ إِنَّ اللّهَ مَعَنَا فَأَنزَلَ اللّهُ سَكِينَتَهُ عَلَيْهِ وَأَيَّدَهُ بِجُنُودٍ لَّمْ تَرَوْهَا وَجَعَلَ كَلِمَةَ الَّذِينَ كَفَرُواْ السُّفْلَى وَكَلِمَةُ اللّهِ هِيَ الْعُلْيَا وَاللّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ Jikalau kamu tidak menolongnya (Muhammad shallahu ‘alaihi wasallam) maka sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrikin Mekah) mengeluarkannya (dari Mekah) sedang dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, di waktu dia berkata kepada temannya: “Janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah beserta kita”. Maka Allah menurunkan keterangan-Nya kepada (Muhammad shallahu ‘alaihi wasallam) dan membantunya dengan tentara yang kamu tidak melihatnya, dan Al-Quran menjadikan orang-orang kafir itulah yang rendah. Dan kalimat Allah itulah yang tinggi. Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS at-Taubah: 40) Beliau mempertaruhkan diri dan keluarganya terhadap bahaya mubahalah فَمَنْ حَآجَّكَ فِيهِ مِن بَعْدِ مَا جَاءكَ مِنَ الْعِلْمِ فَقُلْ تَعَالَوْاْ نَدْعُ أَبْنَاءنَا وَأَبْنَاءكُمْ وَنِسَاءنَا وَنِسَاءكُمْ وَأَنفُسَنَا وأَنفُسَكُمْ ثُمَّ نَبْتَهِلْ فَنَجْعَل لَّعْنَةُ اللّهِ عَلَى الْكَاذِبِينَ Siapa yang membantahmu tentang kisah Isa sesudah datang ilmu (yang meyakinkan kamu), maka katakanlah (kepadanya): “Marilah kita memanggil anak-anak kami dan anak-anak kamu, isteri-isteri kami dan isteri-isteri kamu, diri kami dan diri kamu; kemudian marilah kita bermubahalah kepada Allah dan kita minta supaya laknat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang dusta. (QS Ali Imran: 61) sedangkan, orang-orang yang ragu dan bingung pasti akan mundur dan tak berani tampil. Di hadapan beragam bukti-bukti pasti ini, banyak penulis Kristen yang bersepakat[4] –yang memang betul-betul mencari kebenaran yang sesungguhnya- bahwasanya sang Nabi berkebangsaa Arab ini memang memiliki sikap ketulusan dan kejujuran pribadi yang membuatnya memiliki kekuatan hebat dalam mempengaruhi orang lain dan memberikan mereka kepuasan. Hanya saja dengan menegaskan ketulusan pribadi beliau ini tidaklah mereka lantas mengakui bahwa wahyu berupa al-Qur’an itu memang berasal dari sumber yang bersifat ketuhanan (rabbani). Bisa jadi seseorang menjadi korban mitos yang tidak disadari, sehingga tiba-tiba muncul dalam benaknya pemikiran dan ungkapan-ungkapan yang diyakini benar-benar baru, padahal realitasnya hanya pantulan pengetahuan lama dan telah terkubur pada kedalaman jiwanya. Bisa jadi ia meyakini bahwa hasil pengetahuan ilmiahnya yang baru, berasal dari wahyu dan ilham, selama itu menegaskan pada dirinya keyakinan adanya ilham secara pribadi, padahal ia sendiri tidak mengetahui sumber sebenarnya sedikit pun. Hanya saja mitos dan kelemahan pada ingatan ini merupakan kondisi pikiran yang tidak normal. Dan, tidak memiliki hubungan sedikitpun dengan kondisi yang sedang kita bahas, tidak dari sisi tema maupun dari sisi pribadi: dari sisi tema, kita bisa melihat, tidakadanya sumber sekitar yang berkategori lokal atau pun hal-hal yang berkembang, kurang jelas dan bertentangan, yang tidak cukup untuk mengungkapkan konsistensi jalur yang ditempuh oleh al-Qur’an dan menjelaskan langkah-langkahnya yang pasti dan jelas. Sedangkan dari sisi pribadi sendiri, tidak ada tanda sedikitpun baik dekat ataupun jauh yang menunjukkan adanya kelemahan nalar, bahkan sebaliknya yang tepat. Persaksian Renan merupakan petunjuk terbaik bahwa tidak ada akal siapa pun yang sejernih nalar beliau dan tidak pernah ditemukan orang serupa yang sekokoh pemikiran beliau (idem, hal. 1080) Searah dengan hakikat yang muncul dari kedua kondisi, bisa mengarahkan kita kepada suatu kesimpulan yang tampak positif sesuai dengan tingkat kesesuaian atau ketidaksesuaiannya. Setelah Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam melewati dua pengalaman, beliau kemudian berbicara dengan pikiran yang penuh kesadaran akan keterhubungannya dengan ilmu yang tampak dan alam ghaib dengan fisik dan jiwanya. Itu merupakan pengalaman yang dialami sendiri oleh beliau yang pernah terulang sekitar 1000 kali. Beliau telah menyimak dengan penuh kejelasan kepada utusan yang berbicara kepada-Nya atas nama Allah. Bahkan beliau pernah melihatnya dengan mata kepala sendiri dengan kejelasan sempurna dengan model fisiknya nan agung إِنَّهُ لَقَوْلُ رَسُولٍ كَرِيمٍ * ذِي قُوَّةٍ عِندَ ذِي الْعَرْشِ مَكِينٍ sesungguhnya Al Quran itu benar-benar firman (Allah yang dibawa oleh) utusan yang mulia (Jibril), yang mempunyai kekuatan, yang mempunyai kedudukan tinggi di sisi Allah yang mempunyai ‘Arsy, (QS at-Takwir: 19-20) beliaupun pernah melihatnya beberapa kali مَا كَذَبَ الْفُؤَادُ مَا رَأَى * أَفَتُمَارُونَهُ عَلَى مَا يَرَى * وَلَقَدْ رَآهُ نَزْلَةً أُخْرَى * عِندَ سِدْرَةِ الْمُنْتَهَى * عِندَهَا جَنَّةُ الْمَأْوَى * إِذْ يَغْشَى السِّدْرَةَ مَا يَغْشَى * مَا زَاغَ الْبَصَرُ وَمَا طَغَى Hatinya tidak mendustakan apa yang telah dilihatnya. Maka apakah kaum (musyrik Mekah) hendak membantahnya tentang apa yang telah dilihatnya? Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, (yaitu) di Sidratil Muntaha. Di dekatnya ada surga tempat tinggal, (Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratil Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya. Penglihatannya (muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya. (QS an-Najm: 11-17) Apakah kita boleh mengingkari seseorang yang badan dan akalnya sehat dengan apa yang disaksikannya Maka apakah kaum (musyrik Mekah) hendak membantahnya tentang apa yang telah dilihatnya? (QS an-Najm: 12) Hanya saja –kita sebagai pendengar- kita tidak bisa mengalami kejadian serupa dan tidak bisa mengalaminya sebagaiman beliau alami. Ini benar, tetapi kita memiliki sarana untuk me-reviewyang bisa membantu kita untuk membuktikan kalau ini hanya sekedar inguan atau fenomena sakit “yang hanya dialami oleh orang yang memiliki kemampuan lebih” atau suara Tuhan sendiri yang memberikan ilham tersebut. Berarti kita wajib mengecek ulang intisari dan kandungan ajaran-ajarannya, bukan menegaskan dan merasa puas dengannya. Berikut 3 hal : Fakta Keagamaan, Etika Dan Sejarah. Kami melihat salah satu prinsip etika adalah bahwa setiap semangat atau pengetahuan apapun yang tidak jelas terkait kitab suci yang tidak bisa menjamin untuk sang nabi berkebangsaan Arab ini suatu kesesuaian dan keselarasan yang menakjubkan antara dia dengan ajaran-ajarannya. Mungkin satu hal yang bermanfaat jika kita melakukan perbandingan antara kitab Taurat dan al-Qur’an seputar hal yang terkait dengan sifat-sifat Allah, malaikat, nabi-nabi dan hal-hal yang berada di balik alam semesta (perkara ghaib). Akan tetapi hal ini membuat kita keluar dari wilayah pengantar ini. Cukup kita katakan bahwa ketika kedua kitab ini mebicarakan satu tema tertentu, sungguh intisari maknanya sangat mirip antara keduanya yang menarik perhatian kita. Di mana, perbedaan hanya terbatas pada hal-hal kecil dan sederhana. Seolah Taurat selalu di bawah pandangan Rasulullah dengan keunggulan al-Qur’an dalam kemandirian lahjahnya dan keseimbangannya, metodenya dalam menyampaikan pelajaran dan arahnya untuk senantiasa menyarikan pelajaran dari setiap pemaparan. Jol David telah menulis pada sebuah makalah dengan judul “Persamaan dan Perbedaan Kisah-Kisah Keagamaan antara Taurat dan al-Qur’an”. Ia mengatakan bahwa intinya sama, perbedaan hanya ada pada bentuk penyampaian dan pada detil yang sangat kecil. Seperti diketahui bahwa perbedaan itu adalah kontradiksi dan kesimpangsiuran, sedang hal demikian terjadi hanya sedikit saja antara kedua kitab suci ini, bahkan hal itu masih bisa ditakwil. Sedangkan penghapusan dan penambahan, keduanya tidak dianggap perbedaan. Orang-orang yang ragu dan bingung berpijak kepada perbedaan yang terhitung rendah untuk menolak Islam secara menyeluruh. Sementara sikap rasional menuntut sikap mereka berbeda. Ketika terjadi perbedaan riwayat yang valid terkait mereka, kita harus berhenti pada ititk perbedaan saja. Adapun supaya kita menyatakan status hukum persfektif kita atau berupaya meneliti lebih lanjut terkait sebuah hubungan yang memberikan kita peluang untuk memperbaiki beberapa riwayat dengan riwayat lain. Dan metode yang diikuti untuk menyelaraskan dan pentahapan antara ke-4 injil, harus diikuti dalam mempelajari nasehat-nasehat dan wasiat-wasiat keagamaan yang ditinggalkan untuk kita oleh semua kalangan rasul dan utusan Allah. Mereka semua adalah orang-orang suci yang telah melewati pengalam hidup berhubungan dengan alam ghaib. Bahwa kesesuaian ucapan mereka pada intisari ajaran mereka, hendaknya membuka mata orang-orang lalai terkait kejujran, kebenaran prinsip-prinsip mereka yang mengungkapkan fakta-fakta kebenaran yang mulia dari sisi yang beragam. Fakta Ilmiah. Dalam mengajak kepada keimanan dan keutamaan, al-Qur’an senantiasa memanfaatkan fakta-fakta alam semesta yang bersifat konstan (saintifik) dan mengarahkan rasio dan nalar kita untuk mentadabburi perinsip-prinsipnya yang bersifat pasti –tidak sekedar bermaksud mempelajari dan memahaminya saja- tetapi karena kegiatan tersebut mengingatkan tentang kebesaran Allah, sang pencipta yang maha bijak dan maha berkuasa. Kita memperhatikan bahwa fakta-fakta yang diajukannya senantiasa sesuai persis dengan penelitian muttakhir setiap ilmu moderen. Seperti sumber air mani manusia خُلِقَ مِن مَّاء دَافِقٍ * يَخْرُجُ مِن بَيْنِ الصُّلْبِ وَالتَّرَائِبِ Dia diciptakan dari air yang dipancarkan, yang keluar dari antara tulang sulbi laki-laki dan tulang dada perempuan. (QS ath-Thariq: 6-7) Demikian pula tahapan penciptaan manusia dalam perut ibunya (embriologi) يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِن كُنتُمْ فِي رَيْبٍ مِّنَ الْبَعْثِ فَإِنَّا خَلَقْنَاكُم مِّن تُرَابٍ ثُمَّ مِن نُّطْفَةٍ ثُمَّ مِنْ عَلَقَةٍ ثُمَّ مِن مُّضْغَةٍ مُّخَلَّقَةٍ وَغَيْرِ مُخَلَّقَةٍ لِّنُبَيِّنَ لَكُمْ وَنُقِرُّ فِي الْأَرْحَامِ مَا نَشَاء إِلَى أَجَلٍ مُّسَمًّى ثُمَّ نُخْرِجُكُمْ طِفْلًا ثُمَّ لِتَبْلُغُوا أَشُدَّكُمْ وَمِنكُم مَّن يُتَوَفَّى وَمِنكُم مَّن يُرَدُّ إِلَى أَرْذَلِ الْعُمُرِ لِكَيْلَا يَعْلَمَ مِن بَعْدِ عِلْمٍ شَيْئًا Hai manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur), maka (ketahuilah) sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu dan Kami tetapkan dalam rahim, apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian (dengan berangsur-angsur) kamu sampailah kepada kedewasaan, dan di antara kamu ada yang diwafatkan dan (adapula) di antara kamu yang dipanjangkan umurnya sampai pikun, supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatupun yang dahulunya telah diketahuinya. Dan kamu lihat bumi ini kering, kemudian apabila telah Kami turunkan air di atasnya, hiduplah bumi itu dan suburlah dan menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang indah. (QS al-Hajj: 5) خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ وَاحِدَةٍ ثُمَّ جَعَلَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَأَنزَلَ لَكُم مِّنْ الْأَنْعَامِ ثَمَانِيَةَ أَزْوَاجٍ يَخْلُقُكُمْ فِي بُطُونِ أُمَّهَاتِكُمْ خَلْقًا مِن بَعْدِ خَلْقٍ فِي ظُلُمَاتٍ ثَلَاثٍ ذَلِكُمُ اللَّهُ رَبُّكُمْ لَهُ الْمُلْكُ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ فَأَنَّى تُصْرَفُونَ Dan jumlah rongga gelap yang menjadi ruang proses pembentukan janin Dia menciptakan kamu dari seorang diri kemudian Dia jadikan daripadanya isterinya dan Dia menurunkan untuk kamu delapan ekor yang berpasangan dari binatang ternak. Dia menjadikan kamu dalam perut ibumu kejadian demi kejadian dalam tiga kegelapan. Yang (berbuat) demikian itu adalah Allah, Tuhan kamu, Tuhan Yang mempunyai kerajaan. Tidak ada Tuhan selain Dia; maka bagaimana kamu dapat dipalingkan? (QS az-Zumar: 6) Dan asal usul penciptaan makhluk hidup وَجَعَلْنَا مِنَ الْمَاء كُلَّ شَيْءٍ حَيٍّ Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman? (QS al-Anbiyaa: 30) Pembentukan hujan Allah, اللَّهُ الَّذِي يُرْسِلُ الرِّيَاحَ فَتُثِيرُ سَحَابًا فَيَبْسُطُهُ فِي السَّمَاء كَيْفَ يَشَاء وَيَجْعَلُهُ كِسَفًا فَتَرَى الْوَدْقَ يَخْرُجُ مِنْ خِلَالِهِ فَإِذَا أَصَابَ بِهِ مَن يَشَاء مِنْ عِبَادِهِ إِذَا هُمْ يَسْتَبْشِرُونَ Dialah yang mengirim angin, lalu angin itu menggerakkan awan dan Allah membentangkannya di langit menurut yang dikehendaki-Nya, dan menjadikannya bergumpal-gumpal; lalu kamu lihat hujan keluar dari celah-celahnya, maka apabila hujan itu turun mengenai hamba-hamba-Nya yang dikehendaki-Nya, tiba-tiba mereka menjadi gembira. (QS ar-Rum: 48) Dan bentuk bulat langit خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ بِالْحَقِّ يُكَوِّرُ اللَّيْلَ عَلَى النَّهَارِ وَيُكَوِّرُ النَّهَارَ عَلَى اللَّيْلِ وَسَخَّرَ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ كُلٌّ يَجْرِي لِأَجَلٍ مُسَمًّى أَلَا هُوَ الْعَزِيزُ الْغَفَّارُ Dia menciptakan langit dan bumi dengan (tujuan) yang benar; Dia menutupkan malam atas siang dan menutupkan siang atas malam dan menundukkan matahari dan bulan, masing-masing berjalan menurut waktu yang ditentukan. Ingatlah Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Pengampun. (QS az-Zumar: 5) Bentuk bulat bumi yang tidak sempurna ketika berada di kutub أَفَلَا يَرَوْنَ أَنَّا نَأْتِي الْأَرْضَ نَنقُصُهَا مِنْ أَطْرَافِهَا Maka apakah mereka tidak melihat bahwasanya Kami mendatangi negeri (orang kafir), lalu Kami kurangi luasnya dari segala penjurunya. Maka apakah mereka yang menang? (QS al-Anbiyaa: 44) وَالشَّمْسُ تَجْرِي لِمُسْتَقَرٍّ لَّهَا Perputaran matahari pada orbit tertentu. Matahari senantiasa bergerak pada orbitnya sendiri (QS Yasin: 38) Kehidupan makhluk hidup secara berkelompok seperti layaknya komunitas dan masyarakat manusia وَمَا مِن دَآبَّةٍ فِي الأَرْضِ وَلاَ طَائِرٍ يَطِيرُ بِجَنَاحَيْهِ إِلاَّ أُمَمٌ أَمْثَالُكُم Dan tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan umat (juga) seperti kamu. (QS al-An’am: 38) Al-Qur’an juga menceritakan seputar kehidupan lebah وَأَوْحَى رَبُّكَ إِلَى النَّحْلِ أَنِ اتَّخِذِي مِنَ الْجِبَالِ بُيُوتًا وَمِنَ الشَّجَرِ وَمِمَّا يَعْرِشُونَ * ثُمَّ كُلِي مِن كُلِّ الثَّمَرَاتِ فَاسْلُكِي سُبُلَ رَبِّكِ ذُلُلاً يَخْرُجُ مِن بُطُونِهَا شَرَابٌ مُّخْتَلِفٌ أَلْوَانُهُ فِيهِ شِفَاء لِلنَّاسِ إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَةً لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah: “Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin manusia”, kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu). Dari perut lebah itu ke luar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang memikirkan. (QS an-Nahl: 68-69) Dan fenomena berpasangan pada setiap tumbuhan dan makhluk سُبْحَانَ الَّذِي خَلَقَ الْأَزْوَاجَ كُلَّهَا مِمَّا تُنبِتُ الْأَرْضُ وَمِنْ أَنفُسِهِمْ وَمِمَّا لَا يَعْلَمُونَ Maha Suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui. (QS Yasin: 36) Dan proses perkawinan tumbuhan melalui media angin وَأَرْسَلْنَا الرِّيَاحَ لَوَاقِحَ Dan Kami telah meniupkan angin untuk mengawinkan (tumbuh-tumbuhan) (QS al-Hijr: 22) Tetapi keistimewaan dan keunikan al-Qur’an tidak hanya sebatas hal-hal yang dijeskannya, tetapi kemukjizatannya meluas hingga mencakup hal-hal yang tidak harus diungkapkan atau dibuang secara sengaja (seperti masalah seputar roh). Contoh-contoh sebelumnya mengandung kesesuaian yang menakjubkan antara penjelasan al-Qur’an sendiri dengan pemaparan ilmiah yang sudah pasti setelah melewati serangkaian penelitian sepanjang beberapa masa dan generasi yang berakhir dengan fakta dan kesimpulan yang pasti. Tentunya berkat keterlibatan para kalangan para spesialis pada bidang keahlian masing-masing. Apakah hal ini murni kebetulan ?! Apakah mungkin pada zaman jahiliyah ada seseorang yang meneliti tanpa ada keahlian dan latar belakang secara ilmiyah?! seputar ilmu Biologi, prakiraan cuaca, pengamatan alam dan pengamatan seputar kejiwaan (psikologis) untuk binatang dan manusia dan beragam cabang keilmuan lainnya (apalagi kandungan kitabnya seputar solusi juti terkait dengan perihal etika, agama dan sosial kemasyarakatan), juga pada setiap permaslahan, al-Qur’an senantiasa memberikan kita fakta-fakta ilmiyah yang bersifat kekal tanpa plinplan, tanpa meninggalkan pengaruh pada setiap sektor sekalipun hanya tipis yang seolah menunjukkan zamannya, lingkungan, bahkan khayalan beliau yang bersifat pribadi ?! Prediksi Masa Depan. Al-Qur’an sudah menegaskan akan adanya peristiwa yang akan terjadi di masa yang akan datang, yang mana kita sendiri menyaksikan kejadiannya seperti yang telah disampaikan seperti 3 sikap para penentangnya (menyelisihi, keinginan untuk bersepakat dan memusuhi), kondisi akhir mereka secara berurutan sesuai sikap masing-masing (kelaparan, kemakmuran dan kekalahan) فَارْتَقِبْ يَوْمَ تَأْتِي السَّمَاء بِدُخَانٍ مُّبِينٍ * يَغْشَى النَّاسَ هَذَا عَذَابٌ أَلِيمٌ * رَبَّنَا اكْشِفْ عَنَّا الْعَذَابَ إِنَّا مُؤْمِنُونَ * أَنَّى لَهُمُ الذِّكْرَى وَقَدْ جَاءهُمْ رَسُولٌ مُّبِينٌ * ثُمَّ تَوَلَّوْا عَنْهُ وَقَالُوا مُعَلَّمٌ مَّجْنُونٌ * إِنَّا كَاشِفُو الْعَذَابِ قَلِيلًا إِنَّكُمْ عَائِدُونَ * يَوْمَ نَبْطِشُ الْبَطْشَةَ الْكُبْرَى إِنَّا مُنتَقِمُونَ Maka tunggulah hari ketika langit membawa kabut yang nyata, yang meliputi manusia. Inilah azab yang pedih (Mereka berdoa): “Ya Tuhan kami, lenyapkanlah dari kami azab itu. Sesungguhnya kami akan beriman”.. Bagaimanakah mereka dapat menerima peringatan, padahal telah datang kepada mereka seorang rasul yang memberi penjelasan, kemudian mereka berpaling daripadanya dan berkata: “Dia adalah seorang yang menerima ajaran (dari orang lain) lagi pula seorang yang gila”. Sesungguhnya (kalau) Kami akan melenyapkan siksaan itu agak sedikit sesungguhnya kamu akan kembali (ingkar). (Ingatlah) hari (ketika) Kami menghantam mereka dengan hantaman yang keras. Sesungguhnya Kami adalah Pemberi balasan. (QS ad-Dukhan: 10-16) Al-Qur’an sudah menegaskan beberapa tahun sebelum hijrah seputar kekalahan suku Quraisy di perang Badar (yang terjadi pada tahun ke-2 hijriah), pada saat bersamaan dengan kemenangan Romawi terhadap imperium Persia وَهُم مِّن بَعْدِ غَلَبِهِمْ سَيَغْلِبُونَ * فِي بِضْعِ سِنِينَ لِلَّهِ الْأَمْرُ مِن قَبْلُ وَمِن بَعْدُ وَيَوْمَئِذٍ يَفْرَحُ الْمُؤْمِنُونَ Dan mereka sesudah dikalahkan itu akan menang dalam beberapa tahun lagi. Bagi Allah-lah urusan sebelum dan sesudah (mereka menang). Dan di hari (kemenangan bangsa Romawi) itu bergembiralah orang-orang yang beriman, (QS ar-Rum: 3-5) Demikian pula papasan pedang yang diterima oleh Walid bin Mugirah pas di hidungnya سَنَسِمُهُ عَلَى الْخُرْطُومِ Kelak akan Kami beri tanda dia di belalai(nya). (QS al-Qalam: 16) Dan keabadian seruan al-Qur’an sepanjang zaman فَأَمَّا الزَّبَدُ فَيَذْهَبُ جُفَاء وَأَمَّا مَا يَنفَعُ النَّاسَ فَيَمْكُثُ فِي الأَرْضِ Adapun buih itu, akan hilang sebagai sesuatu yang tak ada harganya; adapun yang memberi manfaat kepada manusia, maka ia tetap di bumi. (QS ar-Ra’ad: 17) Dan kebangkitan negara Islam yang masih belia di atas bumi ini وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُم فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُم مِّن بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. (QS an-Nur: 55) Dan ketidakmampuan semua kekuatan di bumi ini untuk melumpuhkannya إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُواْ يُنفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ لِيَصُدُّواْ عَن سَبِيلِ اللّهِ فَسَيُنفِقُونَهَا ثُمَّ تَكُونُ عَلَيْهِمْ حَسْرَةً ثُمَّ يُغْلَبُونَ Sesungguhnya orang-orang yang kafir menafkahkan harta mereka untuk menghalangi (orang) dari jalan Allah. Mereka akan menafkahkan harta itu, kemudian menjadi sesalan bagi mereka, dan mereka akan dikalahkan. (QS al-Anfal: 36) Dan seputar masa depan kalangan Kristen (Perpecahan dan perselisihan hingga hari kiamat) وَمِنَ الَّذِينَ قَالُواْ إِنَّا نَصَارَى أَخَذْنَا مِيثَاقَهُمْ فَنَسُواْ حَظًّا مِّمَّا ذُكِّرُواْ بِهِ فَأَغْرَيْنَا بَيْنَهُمُ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاء إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ Dan diantara orang-orang yang mengatakan: “Sesungguhnya kami ini orang-orang Nasrani”, ada yang telah kami ambil perjanjian mereka, tetapi mereka (sengaja) melupakan sebagian dari apa yang mereka telah diberi peringatan dengannya; maka Kami timbulkan di antara mereka permusuhan dan kebencian sampai hari kiamat. Dan kelak Allah akan memberitakan kepada mereka apa yang mereka kerjakan. (QS al-Maidah: 14) Perpecahan yang disertai penyebaran bani Israil pada banyak penjuru dunia dan penindasan mereka serta kebutuhan mereka kepada bekingan (pelindung) secara berkelanjutan. ضُرِبَتْ عَلَيْهِمُ الذِّلَّةُ أَيْنَ مَا ثُقِفُواْ إِلاَّ بِحَبْلٍ مِّنْ اللّهِ وَحَبْلٍ مِّنَ النَّاسِ Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang kepada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia, (QS Ali Imran: 112) Dan keunggulan kelompok Kristen dibanding kalangan Yahudi hingga hari kiamat وَجَاعِلُ الَّذِينَ اتَّبَعُوكَ فَوْقَ الَّذِينَ كَفَرُواْ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ dan menjadikan orang-orang yang mengikuti kamu (Isa) mengungguli orang-orang yang kafir hingga hari kiamat. (QS Ali Imran: 55) Demikianlah kejadian dan peristiwa masa lalu, masa sekarang dan masa yang akan datang senantasa saling berkelindan dalam aspek realitas sehingga sesuai dengan dunia pemikiran dan akan merealisasikannya di masa yang akan datang. Lalu apa yang kita simpulkan dari itu semua?! Mungkinkah Allah menipu kita dan membiarkan semua bukti-bukti dan petunjuk senantiasa mengarah kepada sang pembohong dan penipu dan tidak meninggalkan kepada kita jejak cahaya yang membuat kita bisa membongkar kebohongannya. Atau di sana ada perjanjian yang sudah disepakati, yang disertai dengan perhatian Allah yang senantiasa mengarahkan untuk senantiasa begadang demi untuk dakwah ini, karena ia terbebas dari kesalahan. Al-Qur’an bukanlah produk lokal karena fakta-fakta yang disodorkan termasuk kategori yang bisa diketahui dengan mudah oleh semua akal manusia dan bisa menarik pelajaran etika darinya. Sehingga kita melihat posisinya tinggi melampaui semua lintas geografis dan semua jenis suku. Sehingga secara umum, nama-nama person dan tempat yang dibicarakan tidak disebutkan secara spesifik. Tetapi fokus utama diarahkan kepada pelajaran dan ibrah yang bisa dipetik untuk pendidikan kemanusiaan. Sungguh metode yang sempurna dan paripurna ini, yang menjadi kesitimewaan dan keunikan al-Qur’an semata, merupakan sebuah bukti secara penuh. Sungguh seruan al-Qur’an telah tersebar pada awalnya di jazirah Arab di tengah bangsa Arab, tetapi tujuan utamanya adalah menyasar seluruh manusia secara keseluruhan. * * * [1] Wahyu datang terlambat pada kejadian fitnah (haditsul ifki) selama sebulan penuh, sementara Rasulullah tidak memiliki kemampuan untuk memaksanya turun lebih cepat, atau minimal mengarang cerita, atau menegaskan atau menolak informasi yang sedang berkembang. Sendainya hal ini di bawah kendali Rasulullah, bukankah beliau bisa menyelesaikan permasalahan dengan cerdas, lalu menisbatkannya kepada wahyu?! [2] Seputar tawanan perang Badar (al-Anfal: 67), memberikan izin terhadap kaum munafik (at-taubah: 43-112), tidak memperhatikan orang buta (Abasa : 1-10) [3] Jika kita melihat peristiwa yang menjadi alasan al-Qur’an mengeritisi Rasulullah kita tentu kaget karena kita mendapati bahwa itu memiliki karakteristik bersama, yaitu bahwa saya berada di hadapan dua solusi, di mana kedua-duanya statusnya mubah (umumnya ada teks wahyu yang bersifat jelas) (Muhammad: 4) (an-Nur: 62) (at-Taubah: 80) (al-Ahzab: 4 dan 48) Rasulullah memilih solusi yang lebih bermanfaat bagi kepentingan umum dan itulah solusi yang paling tepat menurut akal manusia (at-Taubah: 47). Adapun dalam persfektif hikmah Allah tampak pilihan tersebut memiliki nilai yang kurang, terlalu dini (pada dua keadaan pertama), terhitung penuh toleransi (kondisi ketiga) kurang berani (kondisi keempat) atau berharap tujuan yang tidak mungkin dilaksanakan (kondisi kelima) [4] Di antara mereka adalah Andra, J. San Helyer, Karlel, Ignaz Goldsiher, Masinton, Noldek Turbin… dst. Terjemahan Kitab Akidahalquranislampengetahuan