DAKWAH RASULULLAH ﷺ KEPADA KAUM NASRANI (Bagian 2) Wisnu Tanggap Prabowo, 12 Oktober 20231 Mei 2024 Bismillahirrahmanirrahim Pada artikel yang lalu kita telah membahas sanggahan Al-Qur’an terhadap salah satu doktrin pokok Kristologi, yakni “al-masih putra allah” (the sonship of Jesus). Kali ini kita akan masuk ke dalam sanggahan Al-Qur’an terhadap doktrin Kristologi lainnya, yakni “ketuhanan al-masih” (the divinity of Jesus). Doktrin ini mencakup formulasi “trinitas suci” (الثالوث الاقدس) atau Hashilush ha-kadosh dalam Ibrani. Allah ﷻ berfirman: لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ ثَالِثُ ثَلَاثَةٍ ۘ وَمَا مِنْ إِلَٰهٍ إِلَّا إِلَٰهٌ وَاحِدٌ ۚ وَإِنْ لَمْ يَنْتَهُوا عَمَّا يَقُولُونَ لَيَمَسَّنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan: “Bahwasanya Allah salah seorang dari yang tiga”, padahal sekali-kali tidak ada Tuhan selain dari Tuhan Yang Esa. Jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan itu, pasti orang-orang yang kafir diantara mereka akan ditimpa siksaan yang pedih. [QS. Al Maidah: 73]. Ibnu Katsir dalam tafsirnya mengatakan ayat di atas ditujukan secara khusus kepada Umat Kristen. Namun Mujahid memandang, ia ditujukan tidak hanya bagi Umat Kristen tetapi juga kepada mereka yang memiliki keyakinan semisal (أنها أنزلت في النصارى خاصة ، قاله مجاهد وغير واحد). Keyakinan adanya tiga-tuhan dalam segala variannya lumrah ditemukan di zaman kuno, baik di Mesopotamia, Yunani, Romawi, hingga Mesir. Karena itu ayat di atas secara khusus memang diperuntukkan bagi Umat Kristen namun mencakup seluruh doktrin semisalnya. Sehingga pandangan Ibnu Katsir dan Mujahid dapat saling melengkapi. Konsep trinitas berporos pada satu kata kunci: inkarnasi. Jadi, trinitas terdiri dari tiga person: tuhan bapa – putra – roh kudus. Person kedua di atas, yakni putra, berinkarnasi ke dalam jasad Yesus. Putra telah menjadi daging. Sehingga di dalam tubuh Yesus ada tabiat ketuhanan sekaligus manusiawi. Inilah dasar dari konsep inkarnasi. Jangan disangka Umat Kristen sepakat mengenai kaifiyah penyatuan tabiat ketuhanan dan manusiawi itu, bahkan mereka saling berselisih hebat, termasuk di zaman Nabi Muhammad ﷺ. Karena itu mereka terpecah menjadi, setidaknya, tiga mazhab: al-mulkiyah, nasthuriyah, dan ya’qubiyah. Terkait khilaf mereka ini, Insya Allah kita akan membahasnya di lain waktu. Kembali kepada inkarnasi, kita perlu bertanya, mengapa penganut trinitas meyakini tuhan harus menjadi daging dan turun ke dunia? Di antara tujuannya adalah untuk menebus dosa manusia dengan cara mati di tiang salib (redemption). Ajaran ini tidak merefleksikan ajaran Yesus dan para muridnya. Untuk ini, silahkan lihat Kitab Yakobus di dalam Perjanjian Baru. Kitab itu justru mengajarkan pertaubatan, amal baik, ketulusan, rasa kasih pada sesama, dan memperbaiki hati sebagai kunci keselamatan. Kitab ini sangat dijauhi oleh Martin Luther, sosok pendiri Protestanisme. Sebab, kata Martin Luther, kitab itu tidak menarasikan sosok Yesus sebagai penebus dosa. Trinitas memiliki segudang masalah. Di antaranya adalah: Ide inkarnasi ini baru muncul kemudian, ia tidak ditemukan di periode dakwah Yesus sendiri (Jesus minsitry). Ia hanya ditemui di dalam Injil Yohanes. Adapun Injil Markus, Matius, dan Lukas, konsep inkarnasi ini tidak ditemukan. Jadi, jika trinitas adalah akidah penting mereka, lantas kenapa tiga Injil lainnya “lalai” mencantumkan doktrin esensial ini? Salah satu jawabannya, ia merupakan doktrin yang muncul di Injil Yohanes saja, dan Injil ini paling berbeda dari tiga Injil lainnya di banyak aspek. Inilah “kecurigaan” yang dibahas panjang lebar oleh cendekiawan barat dan Kristen sendiri. Sebagai informasi. Injil Yohanes adalah Injil terakhir yang ditulis. Umat Kristen umumnya akan menyodorkan dalil dari trinitas ini dengan mengutip Matius 28:19: Sebab itu pergilah, jadikanlah semua suku bangsa pengikut-Ku dan permandikanlah mereka dalam nama Sang Bapa, Sang Anak, dan Ruh Allah Yang Mahasuci. Menariknya, formula “Bapa, Putra, dan Roh Kudus” (ĭn nōmine Pătris ĕt Fīliī ĕt Spīritūs Sānctī) tidak ditemukan dalam seluruh manuskrip Matius (Mattai) sebelum 340 M. Artinya, konsensus peneliti bibel memandang, frasa di aras adalah tambahan. Selain itu, tidak pula formula itu digunakan oleh murid-murid Yesus. Jika demikian, pertanyaan yang lumrah diajukan adalah, mengapa mereka yang berada di lingkaran terdekat Yesus sendiri terkesan “diam”, abai, dan lalai untuk menekankan dan menyebarkan formula ini? Apakah para murid Yesus seluruhnya tidak amanah, ataukah ada tahrif di masa-masa setelah era murid Yesus? Para peneliti masih belum memiliki jawaban final. The Anchor Bible Dictionary menulis; Ini merupakan sebuah teka-teki historis yang tidak terpecahkan oleh Matius 28:19, karena menurut konsensus cendekiawan, ia bukanlah perkataan otentik dari Yesus, bahkan ia bukan penjelasan dari perkataan Yesus mengenai baptis. Menurut Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah terkait untaian doa di atas, jika memang benar itu adalah perkataan Yesus sekalipun, di dalamnya tidak ada indikasi yang terkandung dalam formula atas nama Bapa, Putra, dan Roh Kudus, Tuhan yang satu yang dapat dijadikan hujjah untuk melegitimasi trinitas, baik dalam kata-katanya maupun maknanya. Dalam karyanya berjudul Al Jawab Al Shahih, Ibnu Taimiyah mengutip Matius 28:19-20: Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman. Setelah itu Ibnu Taimiyah berkata, “Penyebutan “putra” tidak pernah muncul dalam Kitab-Kitab Allah sebagai salah satu Sifat Allah. Tidak pula para Nabi menyebut “putra” sebagai “Ilmu Allah”, tidak pula mereka mengatakan “Kalam-Nya” adalah “putranya”. Dalam Kitab-Kitab Allah, para Nabi dan Rasul disebut sebagai hamba-hamba-Nya. Karenanya, lanjut Ibnu Taimiyah, klaim bahwa Kristus adalah “Ilmu Allah” merupakan suatu kedustaan dan distorsi makna dari sebuah kata baik secara jelas maupun metafora. Tidak ada kedustaan yang lebih besar terhadap para Nabi kecuali perkataan ini.” Demikian Ibnu Taimiyah. Senada dengan Ibnu Taimiyah, penulis Yahudi bernama Gerald Sigal menyatakan, “Meskipun Bapa, Putra, dan Roh Kudus disebutkan bersandingan, ayat ini tidak bisa menjadi bukti bahwa Matius meyakini trinitas.” Gerald Sigal melanjutkan, formula pembaptisan atas nama Bapa, Putra, dan Roh Kudus, Tuhan yang satu (Matthew 28:19) merupakan tambahan di kemudian hari terhadap Injil Matius. Ia juga pijakan untuk mengembangkan konsep trinitas. Kemudian, Umat Kristen boleh jadi berhujjah menggunakan tiga analogi ini untuk mengesahkan doktrin trinitas mereka: Trinitas dapat dibandingkan dengan tiga bagian dari sebutir telur: cangkang, putih, dan kuning. Trinitas juga dapat dianalogikan dengan tiga bentuk air: es, cair, dan uap. Trinitas dapat disamakan dengan seorang pria yang dapat ada sebagai seorang ayah, seorang putra, dan seorang suami, semuanya pada saat yang bersamaan. Untuk analogi pertama: Perumpamaan semacam ini sebenarnya sangat problematis. Analogi telur itu tidaklah valid karena doktrin tritunggal menyatakan bahwa setiap pribadi (Bapa, Anak, dan Roh Kudus) adalah sepenuhnya Allah. maka tidak dapat dikatakan bahwa cangkang adalah sepenuhnya telur, putih adalah sepenuhnya telur, atau kuning adalah sepenuhnya telur. Intinya: Hanya keseluruhan dari ketiga bagian (cangkang, putih, dan kuning) itulah yang membentuk telur yang lengkap. Untuk analogi kedua: Permisalan ini juga tidak sesuai, karena menyiratkan bahwa Allah pertama-tama menampakkan dirinya sebagai Bapa, kemudian sebagai Anak, dan kemudian sebagai Roh Kudus. ‘Bentuk-bentuk’ ini bersifat sementara dan tidak pernah ada secara bersamaan, bahwa ketika air menjadi es maka ia bukan lagi air, ketika menjadi uap maka ia tidak lagi disebut es, dan seterusnya. Sehingga, perumpamaan air ini melanggar prinsip doktrin trinitas itu sendiri, bahwa pribadi-pribadi itu selalu ada bersama-sama. Untuk analogi ketiga: Permisalan ini juga tidak valid. Sebab, Bapa, Anak, dan Roh Kudus bukan hanya tiga fungsi atau peran dari Allah, mereka dikatakan sebagai tiga pribadi yang berbeda. Ayah ya ayah, anak ya anak, artinya, fungsi dan peran keduanya berbeda, dan entitas mereka juga berbeda. Bahkan, Gereja Katolik sendiri mendefinisikan trinitas sebagai “misteri dalam teologi, sebagai sesuatu yang tetap tersembunyi dalam kegelapan”. Simak kutipan berikut: Konsili Vatikan menjelaskan bahwa misteri adalah kebenaran yang tidak dapat kita ketahui tanpa bantuan Wahyu Ilahi. Bahkan setelah diungkapkan, kebenaran ini tetap sulit dimengerti dan diakses oleh manusia. (The Catholic Encyclopedia, Constitution, “De ide. cath.”, iv.) Bruce Metzger, seorang cendekiawan bibel terkemuka dan termasuk yang paling otoritatif, pernah menulis: Because the Trinity is such an important part of later Christian doctrine, it is striking that the term does not appear in the New Testament… (Bruce Metzger and Michael D. Coogan (eds.), The Oxford Companion to the Bible (Oxford University Press, 1993) hal. 782 – 783) Artinya: “Karena doktrin trinitas adalah bagian yang sangat penting dari ajaran Kristen di kemudian hari [dari masa Yesus], adalah sesuatu yang mengherankan bahwa istilah tersebut tidak muncul dalam Perjanjian Baru…” Tidak hanya itu, cendekiawan penginjilan bernama Harold Lindsell yang juga seorang profesor seminari Charles Woodbridge menulis: Pikiran manusia tidak dapat sepenuhnya memahami misteri trinitas. Mereka yang berusaha memahami misteri ini sepenuhnya akan kehilangan akal sehat; tetapi mereka yang menolak Tritunggal akan kehilangan jiwa mereka. (Harold Lindsell and Charles Woodbridge, A Handbook of Christian Truth,hal. 51-52) Sayyid Quthb pernah berkata bahwa seorang pendeta pernah berujar seperti ini, “Kami hanya mengerti keyakinan tentang trinitas sekuat kemampuan akal kami. Kami mengharap dapat memahaminya lebih jelas di masa datang, di saat terbuka tabir segala sesuatu di langit dan di bumi. Adapun sekarang, maka cukuplah apa yang telah kami pahami itu.” (M. Quraish Shihab. Membaca Sirah Nabi Muhammad ﷺ: Dalam Sorotan Al-Qur’an dan Hadis-Hadis Shahih. Lentera Hati, Jakarta, 2011. Hal, 39) Terakhir, berikut kutipan dari Gereja Katolik mengenai trinitas, bahwa istilah ‘Trinitas’ pertama kali disebutkan pada akhir abad kedua, sekitar 150 tahun setelah Yesus: Dalam Kitab Suci, belum ada satu istilah pun yang menyebutkan Ketiga Pribadi Ilahi secara bersama-sama… Kata ‘trias’ (dari bahasa Latin) pertama kali ditemukan dalam tulisan Theophilus of Antioch sekitar tahun 80 Masehi… Kemudian muncul dalam bentuk Latinnya, ‘trinitas’, dalam tulisan Tertullian. (The Catholic Encyclopedia, “De pud.”, xxi.) Wallahu A’lam. Bersambung, insya Allah. Wisnu Tanggap Prabowo Artikel Dakwah rasulullahNasrani